Gadis Cantik Bermata Sipit
Tiga bulan pertama ada temanku yang baru
dimutasi di kantor, mulanya biasa-biasa saja. Namanya Ahung, ciri-ciri
orangnya adalah wanita keturunan, mata sipit, tinggi kurang lebih 167
cm, berat 50 kg, bibir sensual, ramah, murah senyum, senang memakai rok
mini dan sepatu hak tinggi, kulit bersih, rambut sebahu dan wajah tidak
kalah dengan Titi Dj. Aku biasa pergi makan siang bersama manajernya
yang juga rekan sekerjaku. Kebetulan sang manager juga seorang wanita
dimana dalam perusahaan tempat aku bekerja adalah fifty-fifty antara
pribumi dan keturunan.
Ketika makan siang bersama (saat itu
kira-kira 6 orang) dengan kendaraanku menuju salah satu rumah makan di
daerah Sabang. Saat memilih meja, aku langsung menuju meja tapi aku
agak terburu-buru atau si Ahung yang terburu-buru sehingga terjadi
tabrakan tanpa sengaja antara aku dan Ahung. Hidungnya yang tidak
begitu mancung menempel pada hidungku yang mancung sekali. Tubuhnya
tinggi bila dibanding wanita biasa kira-kira 170 cm plus sepatu,
soalnya tubuhku juga sekitar itu, secara reflek aku memeluknya karena
takut terjatuh. Dalam dekapanku terasa harum parfum mahal yang membuat
darahku berdesir mengalirkan hawa nafsu hingga ke ubun-ubun.
Setelah
makan siang kamipun kembali ke kantor dengan tidak membawa hubungan
serius setelah kecelakaan tadi. Kira-kira setengah jam akan berakhir
jam kantor aku hubungi dia lewat telepon untuk mengajak nonton dan
kebetulan filmnya bagus sekali. Eh, ternyata dia setuju kalau nontonnya
hanya berdua saja.
Selama dalam perjalanan dari kantor ke tempat
tujuan kami ngobrol ngalor-ngidul tidak karuan sambil tertawa dan
kutanya apakah dia sudah punya pacar? dijawab baru putus tiga bulan
yang lalu, makanya dia memutuskan untuk mutasi ke tempatku sambil
mengepulkan asap rokoknya. Kupikir dia ini sedang labil dan kebetulan
sekali aku mau mendekatinya, kuparkir kendaraanku di halaman pelataran
parkir Jakarta Theatre.
Setelah membeli karcis dan makanan kecil
kami masuk ke dalam gedung yang masih sepi. Aku mengambil posisi di
tengah dan kebetulan boleh memilih tempat. Sesaat filmpun dimulai,
tanganku mulai menyentuh tangannya. Dia masih membiarkan, mulailah
pikiran kotorku, kuremas secara halus, dia hanya membalas dengan halus.
Kudekatkan wajahku ke telinganya, nafasku mulai masuk melalui lubang
telinganya yang sedikit terhalang oleh rambutnya yang harum.
Kuberanikan
untuk mencium leher, dia hanya mendesah, "aahh.", kuarahkan ke pipi
lalu ke mulutnya. Pertama kali dia menutup mulutnya, tetapi tidak kuasa
untuk membukanya juga karena aku terus menempelkan mulutku pada
bibirnya. Tanganku tetap meremas jemari tangannya lalu pindah ke leher
dan sebelah lagi ke pinggang. Lama-kelamaan naik ke buah dada yang
masih terbungkus oleh pakaian seragam kantor. Lidahku mulai memainkan
lidahnya begitu pula sebaliknya. Kuperhatikan matanya mulai terpejam,
jemarinya mulai agak kuat meremas tubuhku. Kami tidak memperhatikan
lagi film yang sedang diputar, kami sedang asyik melakukan adegan
sendiri.
Aku raba kebagian paha tetapi terhalang oleh stokingnya
yang panjang sampai perut, sudah tidak sabar aku untuk meraba
kemaluannya. Dia menarik tanganku agar jangan meraba barangnya, kuraba
terus akhirnya dia mengalah, kubisikkan untuk melepaskan stockingnya.
Kami lepas semua permainan sejenak, hanya untuk melepas stocking yang
dia pakai. Setelah itu kembali lagi ke permainan semula, kurogoh dengan
tanganku yang kekar dan berbulu selangkangannya yang masih terbungkus
dengan CD-nya, tanganku mulai ke pinggulnya. Eh., ternyata dia memakai
CD yang diikat di samping. Kubuka secara perlahan agar memudahkan untuk
melanjutkan ke vaginanya, yang terdengar hanya suara nafas kami berdua.
Sampailah aku ke permukaan pusar lalu turun ke bawah. Betapa kagetnya
aku saat meraba-raba, ternyata bulunya hanya sedikit. Kulepas mulutku
dari mulutnya dan bertanya padanya, "Hung., bulunya dicukur ya", bukan
jawaban yang aku terima tetapi tamparan kecil mendarat di pipiku,
"plak..". Kulanjutkan lagi sampai akhirnya film sudah akan selesai.
Kubisikkan
lagi, "Saya ikatkan lagi ya Hung", tidak dijawab, lalu kuikatkan
kembali. Filmpun berakhir kita semua bubar dan kamipun keluar dari
gedung bioskop. Melangkah di anak tangga ke tujuh dia menarikku lalu
membisikkan, "Bud., talinya lepas", buru-buru aku pepet samping kiri
pinggulnya agar orang tidak menyangka, turun lagi ke anak tangga
kesembilan, eh dia membisikkan lagi, "Bud satunya juga, kamu sih
ngikatnya nggak kencang". "Sorry dech", kataku. Akhirnya dia menuruni
tangga dengan merapatkan kaki dan memegang samping kiri karena roknya
mau terlepas, cepat-cepat aku mengambil mobil sementara dia berdiri
menunggu. "Sampai juga akhirnya.", kita berdua hanya cekikikan saja.
"Mau kemana lagi kita sekarang", kataku.
"Terserah aja soalnya mau pulang males, lagi ribut sama Mama"
Lalu
kupercepat laju kendaraanku menuju Pondok Tirta di Halim, langsung
masuk ke kamar, ngoborol-ngobrol sebentar. Kemudian aku ke kamar mandi
untuk memasang kondom dan kembali lagi terus kuciumi dia sampai tidak
bisa bernafas. "Eeeggh", sambil mencabut mulutnya, mulailah aku
menciumnya secara perlahan sambil membuka baju dan BH-nya. Payudaranya
tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, tetapi putingnya masuk ke
dalam. Kuciumi payudaranya.
"Ssshh", sambil menjambak rambutku.
Kumainkan lidahku di putingnya, sementara yang satu lagi mencari
putingya yang bebas. Kuturunkan roknya lalu celana dalamnya dan
kubaringkan ke tempat tidur sambil terus memainkan puting susunya
dengan mulutku. Dan ternyata bulu vaginanya hanya sedikit dan halus.
Kubelai-belai meski hanya sedikit. Lalu kumainkan clitorisnya yang
sudah basah. Dia agak kaget. Kuperhalus lagi permainkanku. Mau
kumasukan jemariku ke vaginanya tapi, "aauu, sakit Bud", lho anak ini
masih perawan rupanya, pikirku.
Kujilati terus puting susunya
sambil kubuka seluruh pakaianku. Kini tampaklah dua insan manusia tanpa
benang sehelaipun. Dia memperhatikan penisku sejenak, lalu tertawa.
"Kenapa", kataku.
"Kayak penjahat yang di film-film", katanya.
Lalu
pelan-pelan kugeser pahanya agar merenggang dan kuatur posisi untuk
siap menerobos lubang vaginanya. "Eeeggh..., egghh", belum bisa juga.
Dua kali baru kepalanya saja yang masuk. Aku tidak kehilangan akal.
Kujilat terus puting susunya dan secara perlahan kutekan pantatku agar
masuk seluruh penisku, dan "bleess", barulah masuk seluruhnya penisku
ke dalam vaginanya, lalu mulai kuayunkan secara perlahan, makin lama
makin cepat ayunan pantatku dan kurasakan seluruh persendianku mau
copot.
"Ssshh..., oooh my God", katanya aku setop permainan
sementara karena aku mau keluar jadi kuhentikan sesaat. Eh, dia malah
membalikkan tubuhku, kuatur posisi penisku agar tepat di lubang
vaginanya, dan "Bleeess", masuk lagi penisku dalam lumatan vaginanya
yang masih kencang. Dia menaik-turunkan badannya. "Ssshh..., sshh...,
aahh", mulutku disumpalnya dengan susunya dan putingnya yang sudah
menegang sempurna.
Lima menit kemudian dia menjambak rambutku dan mejatuhkan tubuhnya ke tubuhku.
"Bud...,
aakkh..., Bud..., ssshh", rupanya dia mencapai klimaks dan aku
merasakan kejutan dari lubang vaginanya. Air maniku menyemprot ke dalam
liang vaginanya kira-kira empat atau lima kali semprotan.
Akhirnya
kami berdua lemas dan bermandikan keringat. Sesaat tubuhnya masih
menindih tubuhku dan kurasakan air maniku mulai mengalir dari lubang
vaginanya menuju keluar melalui batang penisku. Kuciumi dia dengan
mesra, dia menggeser ke kasur, kuambil sebatang rokok untuk kuhisap.
Ternyata dia juga menghisapnya sambil memijat-mijat penisku.
"Jangan di kepalanya", kataku.
"Emangnya kenapa?", katanya.
"Ngilu.., tau nggak".
Kutanya secara perlahan, "Hung...".
"hhmm", katanya.
"Cowok kamu dulu suka begini nggak..".
"Nggak berani", katanya.
"Jadi ini yang pertama", aku bilang, dia hanya mengangguk.
Aku
tidak memperhatikan kalau di penisku itu ada tetesan darah dari
vaginanya. Dia berjalan menuju kamar mandi, lalu berteriak kecil,
"aauuuu...".
"Kenapa..", kataku.
"Kencingnya sakit", katanya.
Kemudian
kami mandi berdua, tanpa terasa sudah jam delapan tiga puluh malam,
kami memesan makan malam dan disantap tanpa busana. Setelah santap
malam kujilati lagi puting susunya sampai menegang kembali. Tapi saat
aku meminta untuk mengulum penisku dia hanya menggeleng. Kuraba
vaginanya yang mulai basah lagi. Kubalikkan dia, kuarahkan penisku ke
liang vaginanya dari belakang. "aauu", katanya kaget. Lalu dia
memintaku berbalik dengan posisi telentang sedang dia mulai menaiki
tubuhku sambil susunya disodorkan untuk dilumat lagi. Kuarahkan lagi
tanpa melihat di mana posisi lubangnya dan "Bless", dia mulai
mengayunkan tubuhnya.
Lima menit kemudian tubuhnya kembali
mengejang dan, "Aahh..., Bud", sambil merapatkan tubuhnya ke tubuhku.
Kini giliranku yang tidak bisa bernafas karena tertutup rambut.
Kuhentakkan pantatku kuat-kuat dan kuayunkan pantatku dan, air maniki
keluar untuk yang kedua kalinya. Kami istirahat sejenak lalu mandi air
hangat lagi dan kutengok jam tanganku sudah menunjukkan pukul sepuluh
malam. Lalu kuantarkan dia pulang ke rumahnya.
Keesokan harinya
kami bekerja seperti biasanya antara atasan dan bawahan tetapi dia
menghubungiku. "Bud..., masih sakit kalau pipis, tuh sampai tadi pagi
juga sakit". Aku bilang nggak apa-apa. tapi nikmat kan? Mau nambah, dia
bilang nanti.
TAMAT