Usiaku menginjak 18 tahun ketika nenek
tinggal di rumahku. Semenjak kakek meninggal beberapa tahun yang lalu
nenek tinggal sendirian di rumah besarnya ditemani beberapa pembantu
dan pengurus rumah. Namun setelah nenek mengalami gangguan pada daya
ingatnya (pikun), orang tuaku memutuskan untuk membawa nenek ke rumah
karena selalu khawatir kalau ditunggui oleh orang lain di tempat
terpisah. Karena pikunnya sudah berat, orang tuaku berpesan kepada kami
agar menjaga nenek ekstra hati-hati, meskipun kita sudah menyediakan
seorang suster.
Usia nenek kira-kira 60 tahun, tapi kondisinya
tidak seperti kebanyakan manula, nenek pandai merawat diri karena
beliau dulunya isteri seorang pejabat tinggi. Badannya langsing dan
masih kelihatan segar, meskipun tidak mirip, boleh dikatakan tipenya
Titiek Puspa lah. Sudah tentu waktu mudanya nenek cantik sekali,
seperti yang saya lihat di foto-fotonya.
Penyakit nenek yang
paling parah adalah kondisinya yang pikun, sampai-sampai tidak
mengenali kita semuanya. Kesenangannya, setiap hari cerita tentang
masa-masa lalu seolah-olah dia sedang terlibat pembicaraan dengan orang
dulu yang dikenalnya. Untungnya secara fisik masih sehat walafiat. Dia
masih bisa mengurusi dirinya sehari-hari. Masalah paling berat adalah
harus mengawasi dia sepanjang waktu, seperti mengawasi balita.
Nenek
adalah orang yang perfeksionis dalam hal penampilanya. Kelihatanya
sebagian besar waktunya habis untuk mematut/merias dirinya. Tiap pagi
dia turun dari kamarnya di lantai atas untuk sarapan, terus mandi
kemudian mulai me-make up dirinya. Menurut alam pikirannya dia berada
pada masa 25 tahun ke belakang ketika sedang tour bersama suaminya.
Rumahku dianggapnya hotel yang dia tinggali selagi tour. Berkali-kali
kita harus mencegatnya di pintu depan, yang katanya mau keluar hotel
dulu keliling kota.
Cerita selanjutnya, kita sudah terbiasa
dengan segala kerepotan mengurusi nenek pikun. Sampai suatu hari segala
tanggung jawab menjaga nenek tertumpah semuanya kepadaku. Aku baru saja
pulang dari rumah Yanti, pacarku. Lama-lama kepingin juga merasakan
vagina perawan. Usiaku saat itu 19 tahun. Yanti sudah mau saat kuajak
ke pangandaran liburan ini. Wah.. pokoknya pikiranku sudah penuh dengan
vagina perawannya yanti.
Baru saja aku masuk rumah, ayah sudah
memanggilku lalu ngomong, seperti sudah direncanakan ayah dan ibuku
akan menghadiri pernikahan anak kliennya di Singapora selama seminggu,
tapi Mbak Wien suster nenekku mendadak pulang kampung karena ibunya
meninggal. jadinya sebagai orang satu-satunya di rumah aku yang harus
menjaga nenek sendirian.
Kesel sekali hatiku, hancur deh
liburanku tapi mau gimana lagi, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi
karena keadaanya mendesak. Meskipun di depan ayahku manggut-manggut
tapi hatiku gondok sekali. Gagal total bulan maduku bersama Yanti,
padahal sudah kurencanakan masak-masak.
Untuk persiapan menjaga
nenek 24 jam setiap hari dalam seminggu, aku beli makanan dan minumana
secukupnya, dan tidak lupa aku sewa VCD porno banyak sekali. Ayah dan
ibuku berangkat setelah makan siang sementara Mbak Wien sudah berangkat
sejak kemaren sore.
Aku cek nenek di kamarnya, kemudian aku ke
ruang tengah nonton VDC sambil makan makanan kecil. Tak terasa waktu
sudah sore dan hampir gelap, karena kebanyakan nonton VCD porno, aku
jadi horny sekali, apalagi ingat Yanti, wah.. kapalaku serasa mau pecah
karena menahan nafsu. Akhirnya aku kocok-kocok sendiri penisku. Aku
masih duduk di depan TV sambil mengocok penisku ketika kulihat nenek
turun dari kamarnya. Wow..!, cantiknya... Dia memakai gaun malam warna
biru yang ketat sehingga tampak semakin seksi, rambutnya tertata rapi,
sepertinya butuh waktu yang cukup lama untuk merias dirinya seperti
itu. Kulihat penampilan nenek malam itu sangat istimewa.
"Saya akan pergi makan malam bersama suami saya", katanya, sambil ngeloyor menuju pintu depan.
Tadinya
akan kubiarkan saja dia pergi. Tapi kuurungkan niatku itu, kiamat tuh
kalau sampai nenek hilang, cepat kuhampiri dan kupegang tangannya.
"Lepaskan aku anak muda", katanya marah.
"Akan kulaporkan kamu kepada pimpinan hotel ini."
Sambil
berkata begitu, dia menepiskan tangannya sambil tetap mencoba melangkah
ke pintu depan. Untung tangannya kupegang kuat sekali. Kucoba
memberikan penjelasan, seperti yang sudah-sudah tapi tidak berhasil.
Alam pikirannya masih tentang dunia masa lalunya dan tak pernah
mengenali lagi alam nyata sekarang ini.
Secara tiba-tiba dia
meronta kuat sekali dan terlepas dari peganganku. Kemudian berlari ke
arah pintu depan. Secepat kilat aku mengejarnya. Kukunci pintu depan.
Setengah kuseret kutarik nenek kembali ke kamarnya. Sambil menaiki
tangga dia ngomel-ngomel sambil mukuli punggungku. Biasanya kubujuk dia
sambil meladeni ocehannya tentunya sambil berpura-pura jadi orang pikun
juga. Tapi kali ini lagi nggak mood, berhubung aku masih dongkol dan
nggerundel.
Begitu sampai di kamarnya, dengan agak keras
kudorong dia ke tempat tidurnya. Karena kudorong tiba-tiba dia agak
terjengkang kemudian terguling di ranjangnya sambil kedua kakinya
terangkat ke atas. Ketika itulah gaun bawahnya melorot sampai
pinggangnya. Ketika itu kulihat celana dalam nenek berwarna hitam,
kakinya masih padat dan putih mulus, para pembaca juga nggak bakalan
nyangka kalau itu paha manula.
"Keterlaluan", tangisnya. "Aku
akan laporkan kamu sama manajemen hotel ini", katanya lagi sambil
merapikan bajunya. Aku tidak tahu apa yang terjadi, mungkin karena
sedang horny berat. Kutarik lagi bajunya sambil kucoba melepaskan ke
atas melalui kepalanya. Setelah itu tanganku merayap ke bawah lagi,
Kutarik celana dalamnya perlahan-lahan sampai akhirnya lepas di ujung
kakinya.
Nenek kelihatannya shock beberapa saat dan hanya diam
terbaring di ranjangnya. Aku berdiri sambil terus perhatikan vaginanya.
Penisku sudah keras sekali, apalagi bayanganku tentang rencana liburan
bersama Yanti berkecamuk lagi. Cepat-cepat kubuka seluruh pakaianku,
kemudian naik ke atas ranjang. Aku berlutut diantara kedua kakinya.
Tanganku mulai mengelus-elus pahanya, kemudian perlahan-lahan kuelus
vaginanya. Ooohh.. tubuhku bagaikan dialiri strum ratusan watt,
menggelepar-gelepar sambil leherku tercekat menelan ludah.
Meskipun
sudah pikun, sepertinya dia mulai menyadari apa yang sedang terjadi.
Dia berusaha melepaskan diri. Kudekap dia erat-erat. Dia meronta-ronta
minta dilepaskan ketika kutindih tubuhnya. Sambil tangan kananku
mendekapnya, kupegang penisku dengan tangan kiri, lalu kuarahkan dan
kutempelkan di bibir vaginanya lalu perlahan-lahan mulai kutekan.
Dia
mengerang. Mula-mula kugenjot pelan sekali. Kudorong semakin dalam
setiap kali kutekan. "Ooohh.. eeenak sekali". Vaginanya semakin basah.
Tiba-tiba tangannya terlepas kemudian menarik kepalaku, dan menciumku
dengan sangat dalam sekali.
"Oh Mas Satro..! Aku selalu mencintaimu", diantara desahannya sambil menangis.
Dalam fikiranya dia sedang bersetubuh dengan suaminya (kakekku).
"Aku minta dari belakang seperti yang biasa kita lakukan", dia memohon.
Kulonggarkan dekapanku dan kubiarkan dia berbalik kemudian nungging. Kuarahkan penisku ke vaginanya.
"Ooohh..
ssshhh", semakin nikmat, sepertinya semakin sempit dan menjepit. Kita
bersenggama dengan doggy style. Setiap kali kugenjot dan kudorong dia
mengerang dan mendesah serta tubuhnya mengejang-ngejang.
"Oh Mas Sastroo..! aku mau kellluarhhh.. shhh.."
Kita
orgasme secara bersamaan. Kutekan dalam sekali dan kusemprtokan seluruh
air maniku sampai ke dasar-dasarnya. Kita berbaring kelelahan beberapa
saat. Tiba-tiba tangannya mengelus-elus penisku. "Oh.. shhh" aku tegang
lagi. Kuraba dan kuelus seluruh lekuk tubuhnya BH-nya yang berwarna
hitam kulepaskan dan kini semua pakaianya teronggok di lantai, kita
betul-betul bugil saat itu. Kamipun bersetubuh lagi. Bermacam-macam
gaya kami praktekkan hari itu hingga aku merasa puas menyetubuhi
nenekku sendiri. Kejadian itu berlangsung hingga seminggu sampai orang
tuaku kembali dari Singapura. Setelah kedua orang tuaku kembali dari
Singapura saya tidak pernah lagi menyetubuhi nenekku tapi sebagai
gantinya aku setubuhi Yanti, pacarku.
TAMAT