Cinta Instan Tak Terlupakan
Kisahku ini terjadi pada waktu aku masih
kuliah disebuah universitas negeri dikota L. Namaku Ivan, dikampus aku
dikenal bukan saja oleh mahasiswa seletingku tapi juga kakak-kakak
leting dan adik-adik letingku. Mungkin ini semua patut kusyukuri karena
aku mempunyai wajah yang tampan menurut teman-temanku. Ada saja
tanggapan mereka tentang diriku hingga bisa-bisanya mereka menjuluki
aku "Abang Tampan". Memang wajahku diberi kelebihan sedikit oleh yang
maha kuasa, rambut gondrong dengan alis yang bersambung, hidung
mancung, bibir merah serta dilengkapi dengan jambang yang panjang. Dan
bukannya aku sombong, mukaku tak pernah dihinggapi oleh yang namanya
jerawat.
Kelebihan yang patut aku syukuri ini tidak membuat aku
menjadi seorang yang haus akan pertualangan cinta. Mungkin karena aku
berasal dari sebuah keluarga sederhana dan senantiasa menjalankan
norma-norma agama membuatku agak pemalu serta tertutup akan
masalah-masalah yang berbau seks.
Kisahku ini diawali dengan
perkenalanku pada seorang gadis asal kota M, yang kebetulan berlibur
dikota L. Namanya Meli, dia masih duduk dikelas ii SMU pada sebuah
sekolah bergengsi di kotanya. Dari awal melihatnya aku sudah begitu
tertarik, bagaikan terhipnotis pada pandangan pertama. Kulitnya yang
kuning langsat dan tubuh yang tinggi semampai sangat menarik hatiku.
Apalagi bila dia tersenyum, lesung di pipinya membuat dia semakin
mempesona dimataku. Hal ini belum pernah kualami sebelumnya, yang
biasanya aku cuek dengan yang namanya wanita harus membuat pengecualian
untuk yang satu ini.
Singkat cerita setelah beberapa hari kami
berkenalan dan beberapa kali berjumpa, dia telah menjadi pacarku yang
sangat kucintai. Banyak persamaan pada diri kami hingga kami cepat
merasa cocok. Dengan pengalaman-pengalaman akan seluk-beluk pacaran,
kujalani hari-hariku bersama Meli sebatas peluk dan cium pipi saja.
Mungkin hanya ini keberanian yang dapat kulakukan sebagai awal masa
pacaran. Hingga pada suatu malam (tepatnya malam minggu) karena keadaan
cuaca mendung kuajak Meli untuk mengunjungi tempat kostku, dan
kebetulan akupun hanya sendiri ditempat itu. Di kamarku kami hanya
duduk-duduk mendengar musik dan saling bertukar cerita tentang
pengalaman masing-masing. Entah dari mana keberanian itu datang, aku
mencoba duduk lebih dekat dengan Meli yang pada saat itu sedang
membolak-balik sebuah majalah remaja di atas ranjangku. Lalu dalam
keadaan hening seperti itu, Melipun kelihatan salah tingkah dan untuk
menutupinya dia sengaja mengikuti irama musik Paint my love-nya Michael
Learns to Rock yang telah mengalun sejak tadi.
Sejenak
kupandangi wajahnya yang ayu dengan kulit muka putih kemerahan, lalu
kuraih dagunya hingga dia berpaling ke wajahku, kukecup keningnya
sambil kukatakan "Aku sayang kamu Meli", dia hanya diam dengan mata
yang sedikit sendu. Ingin rasanya aku mencium bibirnya seperti pernah
kulihat pada film-film barat dan Blue film tapi semakin kubayangkan hal
itu semakin kencang rasanya detak jantung ini. Dengan sedikit
berhati-hati kuberanikan diri untuk mengecup bibirnya. Meli hanya diam
dan sedikit memejamkan matanya. Dengan hati yang tidak karuan ini
kuciumi hidungnya lalu perlahan-lahan turun ke bibirnya dan kuhisap
pelan-pelan. Tanpa kuduga diapun membalas lumatan bibirku sambil
sedikit bergeser dan memeluk diriku. Sungguh nikmat rasanya, rangsangan
hebat yang belum pernah kurasakan. Sekian lama kami berpaut bibir,
perlahan-lahan kuturunkan kecupanku ke lehernya dan kurebahkan dia
hingga tidur telentang. Hingga saat kutindih Meli mendesah-desah bagai
orang kehabisan nafas. Secara reflek pula tanganku menyentuh dua buah
bukit kenyal dan langsung kuremas perlahan-lahan.
Udara dingin
dan situasi seperti ini membuatku tidak bisa lagi menahan rangsangan
hebat di dalam diri ini, tanganku mulai bergerak menarik baju Meli yang
dia masukkan ke dalam roknya, lalu kusingkap hingga terlihat kulit
perut yang putih bersih dan pusar yang indah. Kukecup dan kujilati
tengah perutnya hingga Meli terengah-engah, dan tanpa kusuruh dia
langsung membuka bajunya sendiri. Begitu terpana aku dengan pemandangan
asing seperti ini, dua buah bukit yang ditutupi BH tipis membuatku
terdiam beberapa saat, tapi Meli yang sudah terangsang hebat nampaknya
mulai menyerangku dengan memeluk dan menciumku serta perlahan-lahan
melepas satu persatu kancing bajuku. Setelah bajuku ditanggalkan lalu
dia mulai mengecup dadaku dan menjilat perutku yang ditumbuhi bulu-bulu
halus dialurnya. Kenikmatan luar biasa yang tak pernah kualami hingga
penisku yang sejak tadi mengeras rasanya telah lembab oleh keringat
dingin kenikmatan.
Perlahan-lahan kuraih wajahnya dan langsung
kulumat bibirnya, permainan lidahpun sedikit demi sedikit mulai
kujalani dengan agak kaku. Kemudian kupeluk dirinya sambil tanganku
melepas kait BH yang menutupi dua buah bukit kembarnya. Setelah keadaan
kami telanjang bagian atasnya, bagaikan hilang kesadaran langsung
kuciumi daging kenyal yang ujungnya sedikit kemerah-merahan itu, dan
penisku pun kugesek-gesekkan pada alat kelaminnya yang masih terhalangi
rok. Biarpun kami tidak membuka celana kami masing-masing tapi gesekan
itu membuat pelukan kami semakin menguat dan akupun semakin tak bisa
menahan diriku lagi, hingga beberapa saat kemudian cairan sperma keluar
membasahi celana dalamku dan dalam sekejap tercium bau sperma. Melipun
tampaknya tahu akan hal itu dan Iapun tersenyum, katanya sih.. seperti
bau aroma bayclean (cairan pemutih kain). Melipun menolak tawaranku
untuk memuaskan dirinya, agar kami sama-sama puas. Mungkin karena malu
dan menganggap kejadian ini hanya reflek belaka. Setelah dia kuantarkan
pulang, akupun mulai membayangkan kejadian yang baru saja kualami, dan
akupun berpikir begitu cepatnya aku klimaks hanya karena gesekan saja.
mungkin juga karena hal ini adalah pertama sekali aku melakukannya.
Setelah
masa liburannya habis, kemudian dia pamit padaku dan pulang kembali ke
kota asalnya M. Kenangan manis itu membuat kami selalu diliputi rasa
rindu, Interlokal, surat-menyurat adalah obat bagi kerinduan kami.
Perkenalan dengan orang tuanya pun semakin membuat hatiku yakin akan
memilikinya, begitu juga dengan Meli orang tuaku pun telah
kuperkenalkan padanya. Pada saat itu kurasakan tiada halangan lagi bagi
kami untuk menyatu seutuhnya. Hingga suatu saat musibah itu datang,
Meli meninggal dunia setelah sebulan aku diwisuda untuk program D3.
Sungguh pilu hatiku saat itu, kepergiannya yang tak terduga telah
meninggalkan kenangan indah semenjak dia menjalani masa-masa indah
denganku. Sudah 6 bulan berlalu hingga saat sekarang kutuliskan
kisahku, masih terbayang kesan-kesan manis yang kujalani bersama Meli.
Maafkan aku Meli, semoga engkau tenang dialam sana.
TAMAT