Aku ingin berbagi cerita mengenai
pengalamanku yang tidak terduga. Namaku E, aku dilahirkan dalam
keluarga yang amat bersahaja namun aku cukup beruntung sehingga
berpendidikan dan memahami dua bahasa asing. Fisikku sebenarnya tidak
masuk kategori pria idaman, tinggi badan hanya sekitar 160 cm, lagi
tidak memilki fasilitas apa-apa. Hal ini membuat aku pemalu dan agak
sedikit tertutup, sehingga sampai saat selesai kuliah aku belum
mengenal yang namanya wanita, bahkan rasanya hal itu jauh di luar
angan-anganku. Sampai ada kejadian, kejadian yang terjadi saat aku baru
pertama kerja, antara aku dan S.
S adalah gadis keturunan,
kulitnya halus, badannya semampai dan bekerja sebagai staf keuangan.
Kedekatanku dengan S adalah kedekatan kerja, kami hanya sering pulang
bersama dan akhirnya sering jalan bersama. Karena seringnya kami
berdekatan, S sudah menganggap aku seperti saudaranya. Kami sering
bercanda, cerita dll. Dalam hati kecilku, aku mulai menyukainya.
Siang
itu hujan rintik-rintik, hujan memang sering turun di kotaku, sesuai
dengan julukannya kota hujan. Seperti biasa karena hari ini hari Sabtu,
kami hanya kerja setengah hari. Aku dan S duduk diam di ruang depan,
memandangi tetesan hujan.
Kira-kira sudah 1/2 jam, kukatakan pada S. "S, jalan aja, yuk. Cuek saja, hujan air ini", kataku.
"Yuk",jawab S sambil tersenyum.
Akhirnya
kami setengah berlari kecil naik ke Angkot. Di dalam Angkot kami duduk
bersebelahan sambil cerita-cerita. Setelah Angkot separuh jalan,
tiba-tiba S berkata:"E, masih siang, nih! Kita jalan-jalan aja, yuk.
Kalau pulang kerumah rasa rasanya nanggung", ajaknya
"Yok, kemana?"tanyaku
"Ke D Plaza, aja!" ajak S, aku hanya mengangguk saja.
Sampai
di D Plaza, kami putar-putar mengayunkan kaki, melihat-lihat pakaian,
melihat jam, tas pokoknya menghabiskan waktu, terus karena haus minum
es teler. Setelah itu kami pulang, tapi sampai di pintu keluar ternyata
hujan sudah semakin deras. Kami jadi bingung dan malas rasanya pulang,
apalagi masih sore.
Lama juga kami berdiri di emperan pintu
keluar. Lama-lama bosan juga dan badan rasanya pegel, kalau bisa
baring, baring sajalah. Lagi kesel nunggu hujan, aku melihat di
seberang jalan agak jauh ke dalam ada losmen.
Iseng-iseng kukatakan
pada S, "S, daripada kita nunggu disini, jenuh dan kesel, lebih baik ke
sana, bisa tidur, kan masih sore ini!" kataku sambil monyongkan bibir
menunjuk ke losmen tersebut. S diam saja tak menjawab, dia kelihatan
ragu tapi mulai kedinginan.
Lalu kukatakan lagi, "S, ayolah, nggak
akan aku ngganggu, janji. Lagian kita bisa istirahat", lalu kupanggil
ojek payung kemudian kupegang tangan S, sambil sedikit memaksa kutarik
tangannya. S terpaksa ikut. Sampai disana, aku menanyakan kamar kosong,
ternyata ada.
Singkat kata kami berdua sudah berada dalam kamar.
Melihat S kedinginan, aku memesan nasi goreng dan teh manis hangat dan
aqua dingin. Setelah makan dan minum, aku langsung naik ke tempat tidur
untuk istirahat sedangkan S masih duduk ditepi tempat tidur yang satu
lagi.
"Udah S, kita tidur aja, biar seger!" kataku. S kemudian nurut, menarik selimut dan merebahkan badannya ke tempat tidur.
Sebelum
tidur kuperhatikan S, dia juga melihat padaku kemudian tersenyum.
Bibirnya sudah tidak sepucat tadi, mulai kelihatan memerah. Timbul
keinginanku untuk mengecup keningnya dan mengatakan "Met, bobo, yah!".
Aku turun dari tempat tidur kemudian duduk di tepi tempat tidurnya,
kukecup keningnya dan kugegam tangannya.
"Met, istirahat", kataku.
"Met,bobo", jawab S.
Sewaktu
aku ingin bangkit, S mengangguk dan tersenyum. Saat itulah aku terpana,
betapa S kelihatan begitu rupawan, kulitnya putih bagai salju, bibirnya
merah jambu sedikit pucat, sinar matanya begitu jernih. Tak tahan aku,
kutempelkan jari telunjukku pada bibirnya, ku sentuh, kuraba, kuelus. S
terlihat kaget. Tapi kukecup bibir S dengan lembut, kuciumi seluruh
wajahnya. Betapa S bagai bidadari. Ketika kuangkat wajahku, kulihat S
memejamkan mata. Setelah itu kusentuhkan tanganku ke kulit wajahnya
kemudian kubelai dengan halus dan lemah lembut., sentuhan kulitku
dengan kulitnya membuat wajahku memanas dan darahku bergelora.
Aku
ingin menyentuhnya, aku ingin mengelusnya, lebih lama, lebih
berperasaan dan lebih intens lagi. Kutelusuri lekuk-lekuk wajahnya
dengan punggung tanganku, kuresapi kehalusan kulitnya. Setelah beberapa
lama giliran leher dan kupingnya kusentuh dan kuelus dengan penuh
kelembutan. Mata S masih terpejam hanya napasnya sedikit memburu. Ah,
aku semakin lupa akan kantukku, entah aku tidak begitu menyadari kapan
aku mulai meraba dadanya. Mulanya rabaanku masih dibatasi oleh selimut
dan pakaiannya. Tapi kemudian aku tak tahan, aku ingin menyentuh
kehalusan kulitnya. Kusibakkan selimut tersebut dan kumasukkan tanganku
ke dalam bajunya, kuelus lembut perlahan. S tetap diam, matanya
terpejam-pejam. Akhirnya perlahan kulepas satu-persatu kancing
kemejanya, kulihat branya yang krem menutupi payudaranya.
Kutelengkupkan tanganku pada branya. Payudaranya tidak begitu besar,
kusentuh dan kuraba dengan lembut. Tak puas aku menyentuh hanya dengan
telapak tangan, perlahan kueluskan punggung tanganku pada bukit daging
yang terbuka. Kudengar napas S semakin tak teratur dan suhu badannya
semakin tinggi. Beberapa lama rabaan itu kulakukan, kemudian kumasukkan
tanganku kedalam bra bagian kanan dan kukeluarkan pelan-pelan bukit
kewanitaan S.
Takjub mataku memandang, indahnya, tak terkatakan
dengan kata-kata. Putingnya yang merah jambu kecoklatan kontras dengan
bukitnya yang putih. Dengan lembut kukecup bukit itu. Kemudian
kumasukkan lagi tanganku kedalam bra bagian kiri dan kukeluarkan
pelan-pelan bukit sebelah kiri. Darahku berdesir, pemandangan itu tak
dapat kulupakan seumur hidupku hingga saat ini, begitu indah, begitu
menggoda dan begitu mempesona. Perlahan kulepaskan branya, ah, aku tak
tahan, Kudekap S, kucium, kukecup bukit-bukit yang mempesona itu.
Aliran darahku rasanya sudah tak teratur. Kutempelkan kulitku pada
kulitnya sementara terus kubelai bukit itu, punggung tanganku
kugerakkan melingkari bukit itu kemudian dari puncak bukit ke
lembahnya, ganti berganti.
Mulanya S hanya diam pasrah, tak lama
kemudian kurasakan badannya mulai bergetar-getar, tahu-tahu tangannya
memelukku erat. Aku kaget, saat itu aku sadar telah terhanyut, aku
meronta ingin melepaskan diri. Tapi S malah mempererat pelukannya dan
kemudian menempelkan bukitnya ke wajahku. Aku tak kuat lagi, kukulum
dengan lembut puncak bukit S. Tahu-tahu S mendesah halus dan getaran
badannya semakin keras kemudian badannya tiba-tiba bergetar lembut dan
diam tak bergerak dengan mata terpejam. Tak lama kemudian S membuka
matanya, tersenyum padaku, kemudian mengelus-elus rambutku kemudian
mengelus lenganku bahkan kulit dadaku. Langsung kubuka bajuku,
kusentuhkan kulitku dengan kulitnya, kami sama-sama bertelanjang dada,
kurasakan luar sensasi yang luar biasa saat kulitku bersentuhan dengan
kulitnya. Kulihat S menerawang. Perlahan kukecup bibirnya, ia membalas,
aku pun mulai lagi menyentuhnya, merabanya dan mengelus seluruh
permukaan kulitnya. Tak terasa tanganku semakin ke bawah, akhirnya
tanganku mengelus betisnya, terus mengelus pahanya. Saat mengelus sisi
paha bagian dalam di balik rok, ada rasa takut tapi ada rasa ingin
tahu, kemudian kuberanikan diri untuk melakukan sentuhan pada kulit
pahanya. Akhirnya seluruh kakinya kuusap dan kuraba dengan lembut.
Kulihat S hanya diam bahkan memejamkan mata menikmati usapan tanganku.
Aku mengubah posisiku bersandar pada sisi kaki kanannya sambil tetap
mengusap kakinya. Kaki S begitu putih, halus dan bagus, kuciumi seluruh
kulit-kulit kakinya
Saat menciumi kaki S itu, aku melihat
pangkal paha S, terlihatlah gundukan yang agak basah dan dibalik
tipisnya segitiga S samar kulihat bulu-bulu. Darahku berdesir, rasanya
aliran darahku bertambah cepat. Aku tak sadar ketika tanganku menyentuh
gundukan tersebut, saat kuusap gundukan tersebut, aku mendengar S
mendesah, aku tak tahan, rok S kulepaskan. Kuteruskan usapanku, desahan
S semakin menjadi, kepalaku semakin berdenyut-denyut akhirnya
kumasukkan tangan kananku ke dalamnya dan menyentuh bulu-bulu serta
lembah yang basah. Kugerakkan tanganku menyusuri lembah tersebut
sehingga menyentuh ciri kewanitaannya, S menggeletar dan menjerit
lirih. Kubelai ciri kewanitaannya, kuraba dan kugeser-geserkan dengan
jariku.
Tak puas dengan satu tangan, penutup tubuh S yang
terakhir aku buka, S membantu dengan mengangkat pinggulnya. Di depanku
terpampang lembah kewanitaan, rambut halusnya berwarna coklat
kehitaman. Dengan ibu jari dan telunjuk kubuka lembah tersebut,
terlihat bibir-bibir berwarna merah muda. Kemudian tanganku menyusuri
bibir-bibir tersebut dengan kehalusan, S hanya mendesah. Tanganku
menelusuri bibir-bibir tersebut kemudian ke ciri kewanitaannya, tiap
kali tanganku menyentuk ciri kewanitaannya S hanya menggeletar dan
mendesah. Kulakukan hal ini berulang-ulang bahkan kugunakan kulit
sepanjang lenganku untuk menyusuri bibir tersebut sampai suatu saat S
menjadi liar, dia menarik kepalaku dan membenamkannya di lembah
tersebut. Karena tanganku tidak dapat digunakan sementara darahku sudah
mengelegak, aku menggunakan mulut dan lidahku untuk menyusurinya.
Ternyata S semakin menggila sampai kemudian lembah kewanitaannya
membanjir, saat itulah S terdiam mengejang.
Aku tak tahan,
kulepaskan tangannya, kulepaskan seluruh pakaianku, kemudian kupeluk
tubuhnya, kurasakan kehangatan tubuhnya, kutempelkan kejantananku
melintang pada lembah tersebut. Kudekap erat pinggulnya, tak lama
kemudian kurasakan getaran lembut tubuh S. Kukecup lembut bibirnya dan
tanganku mulai lagi menelusuri setiap lekuk liku tubuh S. S memelukku,
dan mulai kurasakan bibir-bibir lembah kewanitaan S berdenyut-denyut
menyentuh kejantananku. Aku diam sejenak untuk bernafas kemudian
kugeser-geserkan batang kejantananku pada lembah kewanitaan S, dia
tergetar dan mulai turut menggerakkan pinggulnya. Setelah beberapa
kali, badanku rasanya terbakar, maka kuangkat pinggangku untuk memberi
ruang dan kuarahkan kejantananku ke lembah kewanitaan S. Kukulum mulut
S kemudian tanganku memegang batang kejantananku dan kugesek-gesekkan
pada lembah kewanitaannya. Mata S hanya terpejam-pejam dan dari
kerongkonganya terdengar suara yang tidak jelas. Akhirnya kupegang
batang kejantananku kemudian perlahan-lahan kumasukkan dalam gerbang
kewanitaannya, ketika baru kepala kejantananku mulai masuk, S hanya
mendelikkan matanya seakan-akan sukmanya terbang entah kemana.
Tapi
begitu kudesakkan untuk maju lagi, terasa olehku seakan ada suatu
selaput yang menghambat gerak maju kejantananku. Aku diam sejenak,
kulepas bibir S yang kukulum, aku berkonsentrasi untuk maju mendesak
rongga kewanitaannya. Saat aku mendesak maju dalam rongga
kewanitaannya, S menjerit lirih, kuku-kukunya menancap di punggungku
dan kakinya mengejang menahan sakit, hanya pelukannya padaku semakin
erat seakan tidak ingin melewatkan kenikmatan yang dirasakannya.
Kurasakan kejantananku seakan menembus selaput dunia misteri, sukmaku
melayang-layang, entah berapa lama. Aku sudah separuh sadar, aku sudah
tak peduli lagi dengan jeritan dan erangan S.
Saat aku sadar
kembali, aku terdiam, kulihat lelehan air mata di sudut-sudut mata S
(baru kemudian kutahu saat deflorasi ternyata memang sedikit sakit,
walau ukuran kejantananku standar ukuran orang Indonesia). Ada perasaan
bersalah, aku diam sejenak kemudian kukecup matanya, kusapukan bibirku
pada pipinya dan akhirnya kukecup bibirnya, S membuka matanya, kupeluk
S dengan segenap perasaanku. Tapi aku masih ingin mengulangi lagi
sensasi yang tadi kurasakan, sehingga kugerakkan lagi kejantananku
perlahan-lahan, S hanya merintih perlahan, namun setelah beberapa saat
ia mulai mengikuti gerakanku walau kulihat S masih sedikit menahan
nyeri.
"S, kenapa?"tanyaku.
"Entahlah, sakit tapi juga penuh sensasi", jawabnya.
Kudekap
S dengan kasih, seraya tetap melanjutkkan aktivitasku. Tak tahu berapa
lama tetapi kembali kurasakan tubuh S mulai bergetar, mula-mula
perlahan makin lama makin keras. Kupererat dekapanku, tapi ia sudah tak
terkendali, hanya rintihannya yang terdengar. Akhirnya ia menjeritkan
namaku dan kurasakan rongga kewanitaannya mulai berkontraksi tak
henti-henti, kukunya mencengkeram pungungku dan kurasakan kejantananku
seperti dipijit-pijit, aku tak tahan, kupercepat gerakanku.
Akhirnya
kejantananku luluh oleh kelembutan kewanitaannya. Kami sama-sama
terdiam dalam dekapan masing-masing. Saat itulah pertama kali kurasakan
sensasi pada kejantananku, sensasi yang dapat kulukiskan dengan
kata-kata. S terbaring lemas, aku juga lemas tapi kejantananku belum
sepenuhnya merunduk. Ketika aku menggerakkan badanku untuk
merenggangkan badan dengan S, kejantananku mengeras kembali. Ternyata
aku masih ingin kembali mengulangi sensasi tadi. Tapi aku kasihan
melihat S yang lemas.
"S, capek, ya?"tanyaku.
Ia hanya
menganggukkan kepala. Kurenggangkan kaki-kakinya dan S kuminta untuk
mengangkang kemudian aku menggerakkan kakiku melingkari pinggulnya
seraya mengangkat badan S. Akhirnya kami berpelukan dalam posisi duduk
itu. Kuambilkan botol aqua dingin di atas rak kecil disisi tempat tidur.
"S minum dulu, ya", kataku lembut sambil menyodorkan botol aqua tersebut. S minum seperti orang digurun pasir menemukan air.
"Hei, minumnya pelan-pelan, dong", kataku.
Selesai
minum S tersenyum dan memberikan botol aqua dingin kepadaku. Baru
kurasakan betapa keringnya kerongkonganku. Selagi aku minum, kurasakan
S memeluk dan menjatuhkan badannya padaku. Selesai minum kami berdua
tetap diam sambil merapatkan badan. Beberapa saat kemudian kuelus
punggung S, lengannya, wajahnya serta bukit kewanitaannya. S-pun balas
mengelus-elus punggungku, wajah dan dadaku. Kemudian kukecup seluruh
wajah dan bukit kewanitaannya, akhirnya kukulum puncak bukit
kewanitaannya, S hanya mengeluh lirih.
Ternyata kebersamaan
dalam posisi seperti ini memberikan kesempatan bagi kami untuk saling
berkasih mesra, bahkan setiap gerakan kecil menimbulkan listrik kecil
pada kejantananku dan rongga kewanitaannya. Kami mengoyangkan badan
sambil tetap berpelukan, rasanya seperti berdansa. Ya, memang kami
berdansa dalam kasih akung. Cukup lama kami berdansa, akhirnya
kukatakan pada S.
"S, kita daki lagi puncak kebersamaan, ya Sayang!" kataku sambil mengecup keningnya.
S
mengangguk dan mengecup bibirku. Kemudian ia lembut mendorong badanku
tanpa melepaskan pelukannya. Ternyata sekarang S yang memulai. Ia
menggerak-gerakkan pinggulnya sambil tetap mengelus-gelus dadaku.
Akhirnya ia mencapai puncaknya. Kupeluk S dan kugulingkan, sehingga
sekarang aku yang aktif. Tak lama kemudian akupun mencapai puncak. Kami
beristirahat sebentar, saat kami menyudahi kebersamaan kami, kukecup
rongga kewanitaannya dan kuucapkan terima kasih. Saat itu kulihat jam,
ternyata hampir 8 jam lamanya sejak kami pulang kerja. Kemudian kami
pun saling membersihkan diri dan makan malam.
Selesai makan
malam kuantar S pulang hingga depan jalan masuk ke rumahnya. Kuawasi
dia sampai benar-benar masuk ke rumahnya. Sebelum masuk ia melambaikan
tangan padaku. Semenjak itu kami sering bersama. Sayangnya empat bulan
kemudian aku pindah kerja dan tak berapa lama S pindah kantor, sehingga
kami tidak lagi dapat bertemu dan mengatur waktu untuk bersama lagi.
Padahal aku masih mengenangnya.
Kejadian itu membekas dalam pada
diriku, sejak itu pula aku begitu menyukai gadis-gadis keturunan,
mengagumi kehalusan kulitnya bahkan mungkin mendambakan mereka. Bagiku,
kebersamaan adalah kehalusan dan kelembutan serta saling menghargai
antar sesama manusia. Bila anda menyukai kehalusan dan kelembutan
tetapi bukan seorang yang hanya mencari kepuasan dan ingin berkenalan.
TAMAT