Ayo Sini..Om Bantuin, Bag 1
Aku tinggal di Cirebon tapi tempat
kerjaku di dekat Indramayu yang berjarak sekitar 45 Km dan kutempuh
dengan kendaraan kantor (nyupir sendiri) sekitar 1 jam. Bagi yang tahu
daerah ini, pasti akan tahu jalan mana yang kutempuh. Setiap pagi
kira-kira jam 06.30 aku sudah meninggalkan rumah melewati route jalan
yang sama (cuma satu-satunya yang terdekat) untuk berangkat ke kantor.
Pagi hari di daerah ini, seperti biasa terlihat pemandangan anak-anak
sekolah entah itu anak SD, SMP ataupun SMU, berjajar di beberapa tempat
di sepanjang jalan yang kulalui sambil menunggu angkutan umum yang akan
mereka naiki untuk ke sekolah mereka masing-masing. Karena angkutan
umum sangat terbatas, biasanya mereka melambai-lambaikan tangannya dan
mencoba menyetop kendaraan yang lewat untuk mendapatkan tumpangan.
Kadang-kadang ada juga kendaraan truk ataupun pick-up yang berhenti dan
berbaik hati memberikan tumpangan, sedangkan kendaraan lainnya jarang
mau berhenti, karena yang melambai-lambaikan tangannya berkelompok dan
berjumlah puluhan.
Suatu hari Senin di bulan Oktober 98, aku
keluar dari rumah agak terlambat yaitu jam 06.45 pagi. Kuperhatikan
anak-anak sekolah yang biasanya ramai di sepanjang jalan itu mulai agak
sepi, mungkin mereka sudah mendapatkan kendaraan ke sekolahnya
masing-masing. Saat perjalananku mencapai ujung desa Bedulan (tempat
ini pasti dikenal oleh semua orang karena sering terjadi tawuran antar
desa sampai saat ini), kulihat ada seorang anak sekolah perempuan yang
melambai-lambaikan tangannya.
Setelah kulihat di belakangku tidak
ada kendaraan lain, aku mengambil kesimpulan kalau anak sekolah itu
berusaha mendapatkan tumpangan dariku dan karena dia seorang diri di
sekitar situ maka segera kuhentikan kendaraanku serta kubuka kacanya
sambil kutanyakan, "Mau ke mana dik?". Kulihat anak sekolah itu agak
cemas dan segera menjawab pertanyaanku, "Pak boleh saya ikut sampai di
SMA-------- (edited by Yuri)", dari tadi kendaraan umum penuh terus dan
saya takut terlambat?, dengan wajah yang penuh harap. "Yaa..., OK
lah.., naik cepat", kataku. "Terima kasih paak", katanya sambil membuka
pintu mobilku.
Jarak dari sini sampai di sekolahnya kira-kira 10
Km dan selama perjalanan kuselingi dengan pertanyaan-pertanyaan ringan,
sehingga aku tahu kalau dia itu duduk di kelas 3 SMU di------dan
bernama War (edited by Yuri). Tinggi badannya kira-kira 155 cm, warna
kulitnya bisa dibilang agak hitam bersih dan tidak cantik tapi manis
dan menarik untuk dilihat, entah apanya yang menarik, mungkin karena
matanya agak sayu.
Tidak
terlalu lama, kendaraanku sudah sampai di daerah-------dan War segera
memberikan aba-aba. "Ooom..., sekolah saya ada di depan itu", katanya
sambil jarinya menunjuk satu arah di kanan jalan. Kuhentikan
kendaraanku di depan sekolahnya dan sambil menyalamiku War mengucapkan
terima kasih. Sambil turun dari mobil, War masih sempat bertanya,
"Oom..., besok pagi saya boleh ikut lagi.., nggak Oom, lumayan Oom...,
bisa naik mobil bagus ke sekolah dan sekalian menghemat ongkos.., boleh
yaa.. Oom?". Aku tidak segera menjawab pertanyaan itu, tapi kupandangi
wajahnya, lalu kujawab, "Boleh boleh saja War ikut Oom, tapi jangan
bergerombol ikutnya yaa".
"Enggak deh Oom, saya cuma sendiri saja kok selama ini".
Setiap
pagi sewaktu aku mencapai desa itu, War sudah ada di pinggir jalan dan
melambaikan tangannya untuk menghentikan mobilku. Dalam setiap
perjalanan dia makin lama makin banyak bercerita soal keluarganya,
kehidupannya di desa, teman-teman sekolahnya dan dia juga sudah punya
pacar di sekolahnya. Ketika kutanya apakah pacarnya tidak marah kalau
setiap hari naik mobil orang, War bilang tidak apa-apa tapi tanpa ada
penjelasan apapun, sepertinya dia enggan menceritakan lebih jauh soal
pacarnya. War juga cerita bahwa selama ini dia tidak pernah
kemana-mana, kecuali pernah dua kali di ajak pacarnya piknik ke daerah
wisata di Kuningan.
Seminggu kemudian di hari Jum'at, waktu War
akan naik di mobilku kulihat wajahnya sedih dan matanya bengkak seperti
habis menangis dan War duduk tanpa banyak bicara.
Karena penasaran,
kusapa dia, "War, habis nangis yaa..., kenapa..? coba War ceritakan..,
siapa tahu Oom bisa membantu". War tetap membisu dan sedikit gelisah.
Lama dia diam saja dan aku juga tidak mau mengganggunya dengan
pertanyaan-pertanyaan, tetapi kemudian dia berkata, "Oom, saya habis
ribut dengan Bapak dan Ibu", lalu dia diam lagi.
"Kalau War percaya
pada Oom, tolong coba ceritakan masalahnya apa, siapa tahu Oom bisa
membantu", kataku tetapi War saja tetap membisu.
Ketika mobilku
sudah mendekati sekolahnya, tiba-tiba War berkata, "Oom..., boleh nggak
War minta waktu sedikit buat bicara di sini, mumpung masih belum sampai
di sekolah". Mendengar permintaannya itu, segera saja kuhentikan
mobilku di pinggir jalan dan kira-kira jaraknya masih 2 Km dari
sekolahnya.
"Ada apa War...?", Kataku. War tetap diam dan sepertinya ada keraguan untuk memulai berbicara.
"Ayoo...,
lah War (sebenarnya pengarang penuliskan tiga harus terakhir dari
namanya, tapi terpaksa oleh Yuri diganti jadi 3 huruf terdepan), jangan
takut atau ragu..., ada apa sebenarnya", tanyaku lagi.
"Begini...,
Oom, kata War", lalu dia menceritakan bahwa tadi malam dia minta uang
kepada orang tuanya untuk membayar uang sekolahnya yang sudah tiga
bulan belum dibayar dan hari ini adalah hari terakhir dia harus
membayar, karena kalau tidak dia tidak boleh mengikuti ulangan. Orang
tuanya ternyata tidak mempunyai uang sama sekali, padahal uang sekolah
yang harus dibayar itu sebesar 80 ribu rupiah. Alasan orang tuanya
karena panen padi yang diharapkan telah punah karena hujan yang terus
menerus. Dan katanya lagi orang tuanya menyuruh dia berhenti sekolah
karena tidak mampu lagi untuk membayar uang sekolah dan mau dikawinkan
dengan tetangganya.
Aku tetap diam untuk mendengarkan ceritanya
sampai selesai dan karena War juga terus diam, lalu kutanya, "Teruskan
ceritamu sampai selesai War". Dia tidak segera menjawab tapi yang
kulihat airmatanya terlihat menggenang dan sambil mengusap air matanya
dia berkata, "Oom, sebetulnya masih banyak yang ingin War ceritakan,
tapi saya takut nanti Oom terlambat ke kantornya dan War juga harus ke
sekolah, serta lanjutnya lagi..., kalau Oom ada waktu dan tidak
keberatan, saya ingin pergi dengan Oom supaya saya bisa menceritakan
semua masalah pribadi saya". Setelah diam sejenak, lalu War berkata
lagi, "Oom, kalau ada dan tidak keberatan, saya mau pinjam uang Oom 80
ribu untuk membayar uang sekolah dan saya janji akan mengembalikan
setelah saya dapat dari orang tua saya".
Mendengar cerita War
walaupun belum seluruhnya, hatiku terasa tersayat dan segera kurogoh
dompetku dan kuambilkan uang 200 ribu dan segera kuberikan padanya.
"Lho
Oom, kok banyak benar..., saya takut tidak dapat mengembalikannya",
katanya sambil menarik tangannya sebelum uang dari tanganku dipegangnya.
"War..,
ambillah..., nggak apa-apa kok, sisanya boleh kamu belikan buku-buku
atau apa saja..., saya yakin War membutuhkannya", dan segera kupegang
tangannya sambil meletakkan uang itu ditangannya dan sambil kukatakan,
"War.., ini nggak usah kamu beritahukan kepada siapa-siapa, juga jangan
kepada orang tuamu..., dan War nggak perlu mengembalikannya".
Belum
selesai kata-kataku, tiba-tiba saja dari tempat duduknya dia maju dan
mencium pipi kiriku sambil berkata, "Terima kasih banyak Oom.., Oom..
sudah banyak menolong saya". Aku jadi sangat terkesiap dan berdebar,
bukan karena mendapat ciuman di pipiku, tapi karena tangan kiriku
tersentuh buah dadanya yang terasa sangat empuk sehingga tidak terasa
penisku menjadi tegang dan sementara War masih mencium pipiku,
kugunakan tangan kananku untuk membelai rambutnya dan kucium hidungnya.
"Ayoo..., War..., sudah lama kita di sini, nanti kamu terlambat sekolahnya".
War
tidak menjawab tapi kulihat dikedua matanya masih tergenang air
matanya. Ketika sudah sampai di depan sekolahnya sambil membuka pintu
mobil, War berkata, "Oom.., terima kasih yaa.. Ooom dan kapan Oom ada
waktu untuk mendengar cerita War".
"Kalau besok gimana..?, kataku.
"Boleh.., oom", jawabnya cepat.
"Lho..., besok kan masih hari Sabtu dan War kan harus sekolah", jawabku.
"Sekali-kali mbolos kan nggak apa apa Oom..., hari Sabtu kan pelajarannya tidak begitu padat dan kurang penting", kata War.
"Oklah..., kalau begitu..., War, kita ketemu besok pagi ditempat biasa kamu menunggu".
Dalam
perjalanan ke kantor setelah War turun, masalah War terasa mengganggu
pikiranku sehingga tidak terasa aku sudah sampai di kantor. Sebelum
pulang kantor, aku izin untuk tidak masuk besok Sabtu pada Bossku
dengan alasan akan mengurus persoalan keluarga di Kuningan. Demikian
juga waktu malamnya kukatakan pada istriku kalau aku harus ke Jakarta
untuk urusan kantor dan kalau selesainya telat terpaksa harus menginap
dan pulang pada hari Minggu.
Besok paginya dengan berbekal 1
stel pakaian yang telah disiapkan oleh Istriku, aku berangkat dan
sampai di tempat yang biasa, kulihat War tetap memakai baju seragam
sekolahnya. Setelah dia naik ke mobil, kembali kulihat matanya tetap
seperti habis menangis.
Lalu kutanya, "War..., habis perang lagi yaa?, soal apa lagi?".
"Oom, ceritanya nanti saja deh", katanya agak malas.
"Kita mau kemana Oom?", Tanyanya.
"Lho..., terserah War saja.., Oom sih ikut saja".
"Oom...,
saya kepingin ke tempat yang agak sepi dan nggak ada orang lain...,
jadi kalau-kalau War nangis, nggak ada yang melihatnya kecuali Oom".
Sambil
memutar mobilku kembali ke arah Cirebon, aku berpikir sejenak mau ke
tempat mana yang sesuai dengan permintaan War, dan segera teringat
kalau di pinggiran kota Cirebon yang ke arah Kuningan ada sebuah
lapangan Golf dan Cottage CPN.
Segera saja kukatakan padanya,
"War... Tempat yang sesuai dengan keinginanmu itu kayaknya agak susah,
tapi..., bagaimana kalau kita ke CPN saja..?".
"Dimana itu Oom dan tempat apaan?",tanya War.
Aku
jadi agak susah menjelaskannya, tapi kujawab saja, "Tempatnya sih nggak
jauh yaitu sedikit di luar Cirebon dan..., begini saja deh.., War..,
kita ke sana dulu dan kalau War kurang setuju dengan tempatnya, kita
cari tempat lain lagi".
Setelah sampai di tempat dan
mendaftar di receptionist serta memesan minuman ringan serta mengambil
kunci kamarnya, segera aku kembali ke mobil dan kutanyakan pada
War--"gimana War.., kamu mau disini..?, lihat saja tempatnya sepi
(maklum saja masih pagi-pagi. Receptionistnya saja seperti
terheran-heran, sepertinya berfikir kok ada tamu pagi-pagi sekali dan
nomor mobilnya bukan dari luar kota).
Setelah mobil kuparkir di
depan kamar, sebelum turun kutanya dia kembali, "War..., gimana.., mau
di sini? atau mau cari tempat lain?". War tidak segera menjawab
pertanyaanku, tapi dia ikut turun dari mobil dan mengikutiku ke arah
pintu kamar motel. Segera setelah sampai di dalam, dia langsung duduk
di tempat tidur sambil memperhatikan seluruh ruangan. Karena kulihat
dia tetap diam saja, aku jadi merasa tidak enak dan segera kudekati dia
yang masih tetap duduk di pinggiran tempat tidur dan sambil agak
berlutut, kucium keningnya beberapa saat dan tiba-tiba saja War
memelukku dan terdengar tangisan lirih sambil terisak-isak. Sambil
masih memelukku, kuangkat berdiri dari duduknya dan kuelus-elus
rambutnya, sambil kucium pipinya serta kukatakan, "War coba tenangkan
dirimu dan ceritakan semua masalah mu pada Oom..., siapa tahu Oom bisa
membantumu dalam memecahkan masalahmu itu". War masih saja memelukku
tapi senggukan tangisnya mulai mereda. Beberapa saat kemudian kubimbing
dia ke arah tempat tidur dan perlahan kutelentangkan War di tempat
tidur dan kurangkulkan tangan kiriku di bahunya dan kupandangi
wajahnya, sambil kukatakan, "War cobalah ceritakan masalahmu itu dan
biar Oom bisa mengetahui permasalahanmu itu".
War tetap diam
saja dan memejamkan matanya, tapi tak lama kemudian, sambil menyeka air
matanya dia membuka matanya dan memandang ke arahku yang jaraknya
antara wajahnya dan wajahku sangat dekat sekali.
"Oom...", katanya
seperti akan memulai bercerita, tapi lalu dia diam lagi. "War...",
kataku sambil kucium pipinya dan kuusap-usapkan jari tangan kananku di
rambutnya, "cerita lah".
Lalu War mulai bercerita dan dia
menceritakan secara panjang lebar soal kehidupan keluarganya yang
miskin, dia anak pertama dari 3 bersaudara, tentang pacarnya di sekolah
tapi lain kelas yang sudah 2 tahun pacaran dan sekarang sudah
meninggalkan dia karena mendapatkan pacar baru di kelasnya dan dia juga
menceritakan kalau orang tuanya sudah menjodohkan dengan tetangganya
yang sudah punya istri dan anak, tapi kaya dan rumahnya tidak terlalu
jauh dari rumah War dan dia harus segera berhenti dari sekolahnya
karena akan dikawinkan pada bulan Maret akan datang. War katanya
kepingin sekolah dulu dan belum pingin kawin, apalagi kawin dengan
orang yang sudah punya Istri dan anak. War punya keinginan mau lari
dari rumahnya, tapi tidak tahu mau ke mana. War juga menceritakan bahwa
sebetulnya dia masih cinta kepada kawan sekolahnya itu, apalagi dia
sudah telanjur pernah tidur bersama sewaktu piknik ke Kuningan dulu,
walaupun katanya dia tidak yakin kalau punya pacarnya itu sudah masuk
ke vaginanya apa belum, karena belum apa-apa sudah keluar katanya.
"Jadi..., gimana.., Oom.., apa yang harus saya perbuat dengan masalah ini, katanya setelah menyelesaikan ceritanya.
"War", kataku sambil kembali kuelus-elus rambutnya dan kucium pipinya di dekat bibirnya.
"War...,
masalahmu kok begitu rumit, terutama persoalan lamaran tetanggamu itu.
Begini saja War..., sebaiknya kamu minta kepada orangtuamu untuk
menunda perkawinan itu sampai kamu selesai sekolah. Bilang saja...,
kalau ujian SMA-mu hanya tinggal beberapa bulan lagi".
"Katakan
lagi..., sayang kalau biaya yang telah dikeluarkan selama hampir tiga
tahun di SMA harus hilang percuma tanpa mendapatkan Ijasah. War...,
sewaktu kamu mengatakan ini semua, jangan pakai emosi, katakan dengan
lemah lembut, mudah-mudahan saja orang tuamu mau mengerti dan
mengundurkan perjodohanmu dengan tetanggamu itu".
"Kalau orang tuamu setuju, jadi kamu bisa konsentrasi untuk menyelesaikan sekolahmu dan yang lainnya bisa dipikirkan kemudian".
Setelah
selesai memberikan saran ini, lalu kembali kucium pipinya seraya
kutanya..., "War..., bagaimana pendapatmu dengan saran Oom ini?".
Seraya
saja War bangkit dari tidurnya dan memelukku erat-erat sambil menciumi
pipiku dan berkata, "Ooom..., terima kasih.., atas saran Oom ini...,
belum terpikir oleh saya sebelumnya hal ini..., Oom sangat baik
terhadap War entah bagaimana caranya saya membalas kebaikan Oom", dan
terasa air matanya menetes di pipiku.
Bersambung ke bagian 02