Janda Seksi
Sebelumnya saya perkenalkan diri terlebih
dahulu, nama saya Alvi (samaran), usia saya saat ini adalah 37 tahun.
Kejadian ini adalah kisah nyata hidup saya yang terjadi 10 tahun yang
lalu, jadi saat itu usia saya baru sekitar 27 tahun.
Sebelum
saya ceritakan pengalaman saya dengan Mbak Yati, perlu saya sampaikan
juga bahwa (mungkin) saya mengidap suatu kelainan (meskipun mungkin
kadarnya masih sangat ringan), yaitu saya lebih tertarik dengan wanita
yang usianya sebaya dengan saya ataupun lebih tua, meskipun saya tidak
terlalu menolak dengan wanita yang usianya dibawah saya. Hampir semua
(tapi tidak 100 persen), pacar-pacar saya ataupun teman-teman kencan
saya biasanya memiliki usia sebaya ataupun lebih tua. Tetapi istri saya
saat ini memang lebih muda dari saya 5 tahun.
Saya menyenangi
wanita yang lebih tua, karena saya merasa kalau bermain cinta dengan
mereka, saya merasakan ada sensasi tersendiri. Terlebih kalau teman
kencan saya seorang janda, saya akan semakin menikmati
permainan-permainannya dengan baik. Saya mempunyai seorang tetangga,
sekaligus kawan bermain, tetapi usianya 3 tahun dibawah saya, sebut
saja namanya Tarno (tentunya juga nama samaran). Saya berkawan dan
bersahabat dengan dia sudah sejak kecil. Hubungan saya dengan Tarno
sudah seperti kakak beradik. Kami saling bermain, saya ke rumahnya
ataupun dia yang ke rumahku. Makan dan terkadang tidur pun kami sering
bersama. Tarno ini anak tertua dari 4 bersaudara. Ayahnya meninggal
dunia ketika dia berumur 15 tahun.
Tarno ini mempunyai ibu,
namanya Yati. Meskipun Mbak Yati ini ibu dari teman dekat saya, tetapi
saya memanggilnya tetap dengan panggilan mbak, bukan tante (saya tidak
tahu kenapa memanggilnya mbak, mungkin saya ikut-ikutan ibu saya).
Karena saya sudah terbiasa bergaul dengan keluarga Mbak Yati, maka Mbak
Yati menganggap saya sudah seperti anaknya sendiri. Sehingga Mbak Yati
tidak merasa malu untuk bertingkah wajar di hadapanku, terutama sekali
dia sudah terbiasa berpakaian minim, meskipun saya ada di depannya.
Apabila
selesai mandi, dan keluar dari kamar mandi, Mbak Yati tanpa malu-malu
jalan di hadapan saya hanya dengan melilitkan handuk di tubuhnya.
Sehingga dengan jelas sekali terlihat kemolekan tubuhnya. Warna
kulitnya yang kuning bersih, dengan bentuk pantat yang bulat dan
sintal, serta sepasang lengan yang indah dengan bebasnya dapat
dipandangi, meskipun saya pada saat itu masih SD ataupun SMP, tetapi
secara naluri, saya sudah ingin juga melihat kemolekan tubuh Mbak Yati.
Hubungan
dengan Tarno tetap baik, meskipun saya sudah pindah rumah (meskipun
dalam satu kota) dan meskipun saya sudah kuliah ke lain kota, hubungan
saya dengan keluarga Mbak Yati juga tetap tidak berubah. Kalau saya
pulang ke rumah sebulan sekali, saya selalu sempatkan main ke rumah
Tarno.
Setelah kematian suaminya, Mbak Yati selama kurang lebih
8 tahun tetap menjanda. Meskipun sebenarnya banyak laki-laki yang
tertarik padanya, karena Mbak Yati ini orangnya cantik, seksi, kulitnya
kuning, bicaranya ramah dan supel. Penampilannya selalu nampak bersih
(selalu bermake-up setiap saat). Tetapi semuanya ditolak, karena
alasan Mbak Yati pada saat itu katanya lebih berkonsentrasi untuk dia
dalam mengasuh anak-anaknya. Tetapi setelah 8 tahun menjanda, akhirnya
dia menikah dengan seorang duda tua yang meskipun kaya raya tetapi
sakit-sakitan (Mbak Yati mau menikah dengan dia karena alasan ekonomi).
Tetapi perkawinan ini hanya bertahan kurang lebih 2 tahun, karena
suaminya yang baru ini akhirnya juga meninggal.
Setelah saya
Dewasa, rasa tertarik saya dengan Mbak Yati semakin menggebu. Tubuh
yang seksi, pantat yang padat, dan betis yang kecil serta indah selalu
menjadi sasaran mata saya. Terkadang saya sering mencuri pandang dengan
Mbak Yati, pada saat ngobrol dengan Tarno dankebetulan Mbak Yati lewat.
Apalagi kalau sedang ngobrol dengan Tarno dan Mbak Yati ikut, wah
rasanya jadi senang sekali. Bahkan sering saya sengaja main ke rumah
Tarno, dimana pada saat Tarno tidak ada di rumah, sehingga saya dengan
leluasa dapat ngobrol berdua dengan Mbak Yati.
Meskipun
keinginan untuk bercinta dengan Mbak Yati selalu menggebu, tetapi saya
masih kesulitan untuk mencari cara memulainya. Terkadang rasa ragu dan
malu selalu menghantui, takut kalau nanti Mbak Yati menolak untuk
diajak bercinta. Tetapi kalau kemauan sudah kuat, segala cara akan
ditempuh demi tercapainya keinginan. Hal ini terjadi secara kebetulan,
ketika suatu sore MBak Yati minta tolong saya untuk mengantarkan
melihat komplek perumahan yang baru di pinggiran kota, karena dia
bermaksud membeli rumah kecil di komplek perumahan tersebut.
Kami
berdua berangkat dengan memakai mobil saya. Karena lokasinya masih baru
dan masih dalam tahap pembangunan, sehingga sesampainya di lokasi,
suasananya terlihat sepi, tidak ada seorang pun di tempat itu. Kami
berdua berkeliling-keliling dengan berjalan kaki melihat-lihat
rumah-rumah yang baru dibangun. Saya ajak Mbak Yati masuk ke salah satu
rumah yang sedang dibangun, yang tentunya masih kosong, kami
melihat-lihat ke dalamnya.
Kami berjalan berdampingan, dan
setelah masuk ke salah satu rumah yang sedang dibangun. Dengan
tiba-tiba saya dekap pundaknya, saya rekatkan ke dada saya, perasaan
saya pada saat itu tidak menentu, antara senang, takut kalau-kalau dia
marah dan menampar saya, danperasaan birahi yang sudah sangat menggebu.
Tetapi syukur, ternyata dia hanya tersenyum memandang saya. Melihat
tidak ada penolakan yang berarti, saya mulai berani untuk mencium
pipinya, lagi-lagi dia hanya tersenyum malu sambil pura-pura menjauhkan
diri dan sambil berkata, "Ach.. Alvi ini ada-ada saja.."
Saya berkata, "Mbak Yati marah yaa..?"
Dia hanya menjawab dengan gelengan kepala dan sambil tersenyum terus menundukkan kepala.
Melihat
bahasa tubuh yang menunjukkan "lampu Hijau", serangan saya semakin
berani. Saya mengejarnya dan mendekapnya, dan akhirnya saya berhasil
mencium bibirnya yang tipis, mungil dan berkilat oleh lipstick yang
selalu menghiasi bibirnya. Sambil saya bersandar di dinding, saya dekap
dengan erat tubuh Mbak Yati.
Saya cium bibirnya, "Uhhmmm..." dia bergumam dan balas memeluk dengan erat.
Ternyata
tanpa diduga, Mbak Yati membalas ciuman saya dengan bergairah. Saya
kembali balas ciumannya yang sangat bergairah dengan permainan lidah
saya. Lidah kami sudah menari-nari. Kedua tangan saya sudah mencari
sasaran-sasaran yang sensitif. Bukit kembarnya yang mungil tapi masih
padat dan terlihat seksi menjadi sasaran kedua tangan saya.
Kedua
bukit kembar ini sudah lama kuidam-idamkan untuk menjamahnya. Kami
berciuman agak lama. Nafas Mbak Yati semakin memburu. Ciuman, saya
alihkan dari bibirnya yang mungil turun ke lehernya. Dia menengadahkan
wajahnya sambil matanya terpejam. Menikmati rangsangan kenikmatan yang
sudah lama tidak dia rasakan.
"Uchmmm... mmmm..." mulutnya selalu bergumam, tandanya dia menikmatinya.
Kedua
tanganku saya dekapkan ke pantatnya yang bulat dan seksi. Sehingga
tubuhnya semakin marapat ke tubuh saya. Dekapan kedua tangannya ke
leher saya semakin diperkuat, seiring dengan lenguhan bibirnya yang
semakin panjang, "Uuucchmmm... mmm."
Batang kejantanan yang
tegang sejak berangkat dari rumahnya Mbak yati, kini ditekan dengan
kencang oleh tubuh Mbak Yati yang bergoyang-goyang. Rasa nikmat
menjalar dari batang kejantananku mengalir naik ke ubun-ubun. Ciumanku
terus turun setelah beberapa lama singgah di lehernya, turun menuruni
celah bukit kembarnya. Kedua BH-nya yang berwarna merah muda, serasi
dengan kulitnya yang langsat, semakin menambah indahnya susu Mbak Yati.
Karena
tubuh Mbak Yati agak kecil, saya agak sedikit berjongkok, agar mampu
mencium kedua susunya yang sudah mengeras. Kedua tangan saya pergunakan
untuk menahan punggungnya yang mulai melengkung atas sensasi ciuman
saya ke susunya. Deru nafas Mbak Yati semakin memburu.
Gesekan
tubuhnya ke batang keperkasaan saya semakin cepat frekuensinya, dan
akhirnya, "Udach acch Alvii... jangan disini, nggak enak kalau nanti
ketahuan..." sambil berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan saya.
"Sebentar Mmmbbak..!" jawab saya dengan mulut tidak bergeser dari susunya.
"Alvi, nanti kita lannnjuttkan saja di lllain tttemmpat..." suranya terputus-putus karena tersengal oleh nafasnya yang memburu.
"Oke
dech Mbak Yati, tapi Mbak Yati harus janji dulu, kapan dilanjutkannya
dan dimana..?" tanyaku sambil masih mendekap dengan erat tubuh Mbak
Yati.
"Besok pagi saja di rumahku jam sepuluh. Karena kalau pagi rumahku sepi."
"Oke dech, besok pagi jam sepuluh saya datang lagi."
"Yuk kita pulang, anter aku dulu ke rumah, anak nakaaall..!" pinta Mbak Yati manja sambil mencubit hidungku.
"Aku
antar ke rumah, tapi kasih dulu uang muka untuk besok pagi." sambil
mengarahkan ciuman saya ke bibirnya sekali lagi sebagai uang muka untuk
besok pagi.
Dia belum sempat tersenyum karena bibirnya sudah kukulum dengan mesranya.
Hari
mulai gelap dan gerimis mengiringi kepulangan kami. Kami berjalan
pulang ke rumah Mbak Yati, tetapi suasana dalam perjalanan pulang sudah
jauh berbeda dengan suasana ketika kami berangkat tadi. Karena ketika
kami berangkat tadi, perilaku kami sebagai seorang tante dengan
"keponakannya", tapi sekarang sudah berubah menjadi perjalanan seorang
tante dengan "keenakannya".
Selama perjalanan, Mbak Yati
menggoda saya, "Waduh.., ternyata selama ini saya salah, saya kirain
Alvi itu orangnya alim, tapi ternyata..."
"Ternyata enak khan..?" goda saya sambil mencubit dagunya yang menggemaskan. Kami berdua tertawa berderai.
"Kalau tahu gitu, mending dari dulu yaa..?" kata Mbak Yati menggoda.
"Iya kalau dari dulu, memek Mbak Yati mungkin tidak karatan ya..?" balasku menggoda.
"Emangnya besi tua..!" jawab Mbak Yati bersungut.
"Bukan besi tua, tapi besi pusaka." jawab saya.
Selama
perjalanan, tangan Mbak Yati tidak henti-hentinya selalu meremas tangan
saya yang sebelah kiri (sebelah kanan untuk pegang setir). Tangan saya
baru dilepaskan ketika saya pergunakan untuk pindah gigi saja.
Selebihnya selalu dipegang dan diremas-remas oleh Mbak Yati.
"Mbak.., jangan tanganku aja donk yang diremas-remas..!" pinta saya dengan manja.
"Lha yang mana lagi yang minta diremas..?"
"Ya yang nggak ada tulangnya donk yang diremas."
"Dasar anak nakal." Mbak Yati tersenyum, tapi tangannya beralih untuk meremas rudal yang masih tegang belum tersalurkan.
Ternyata Mbak Yati tidak hanya meremas rudal saya saja, melainkan juga menciuminya.
"Mbak.., bebas aja lho Mbak, jangan sungkan-sungkan, anggap aja milik sendiri." goda saya sambil tersenyum.
"Terus minta diapakan lagi..?" pancing Mbak Yati.
"Yaa.., kalau mau dikulum juga boleh." jawab saya.
"Emangnya nggak kelihatan orang..?" tanyanya ragu.
"Khan udah malem, lagian hujan, pasti nggak kelihatan."
Tanpa
menunggu jawaban, tangan Mbak Yati sudah mulai membuka resluiting
celana dan mengeluarkan rudal saya. Saya geser kursi saya agak ke
belakang, agar Mbak Yati dapat leluasa mempermainkan rudal indah milik
saya. Dirabanya rudal itu dan diciuminya, akhirnya bibirnya yang mungil
mengulum dan menjilatinya. Terasa mendapat aliran listrik yang
menggetarkan ketika lidah Mbak Yati menjilati kepala rudal saya. Dan
terasa hangat dan basah ketika mulutnya mengulum batang kejantanan saya
yang semakin menegang. Dua perasaan yang penuh sensasi berganti-ganti
saya rasakan. Antara getaran karena jilatan lidah dan hangatnya kuluman
saling berganti. Kedua kaki terasa tegang, dan pantat saya tidak terasa
terangkat karena sensasi yang ditimbulkan oleh kuluman bibir Mbak Yati
yang ternyata sangat ahli.
Untuk menghindari konsentrasi yang
terpecah, terpaksa saya meminggirkan mobil ke jalur lambat, dan
memberhentikan mobil. Keadaan sangat mendukung, karena pada saat itu
tepat dengan turunnya hujan, dan lalu lintas kendaraan agak sepi,
sehingga kami berdua tidak merasa terganggu untuk melanjutkan permainan
di dalam mobil.
Mbak Yati mengulum kemaluan saya dengan
semangat. Kepalanya terlihat turun naik-turun naik yang terkadang
cepat, terkadang lambat. Mulutnya terus bergumam, sebagai tanda bahwa
dia juga menikmatinya. Kedua tangan saya memegang kepala Mbak Yati
naik-turun mengikuti gerakannya. Kaki semakin kejang dengan pantat saya
yang naik turun akibat rasa sensasi yang luar biasa. Untuk mengimbangi
permainannya, pantat Mbak Yati yang terlihat nungging, saya remas
dengan tangan kiri, sementara tangan kanan masih membelai susu Mbak
Yati, saya remas dengan pelan kedua susunya bergantian dengan tangan
kanan.
Resluiting rok bawahnya yang ada di pantat, mulai saya
buka, terlihat CD-nya yang berwarna merah muda. Saya masukkan tangan
kiri ke dalam CD-nya dan meremas dengan gemas pantatnya yang padat
berisi. Tangan saya bergerak turun menelusuri celah pantatnya, dan
sekarang menuju liang kemaluannya. Kemaluannya saya sentuh dari
belakang, dan terasa sudah sangat basah dan merekah. Saya belai-belai
bibir luar kewanitaannya dan akhirnya saya belai-belai klitnya. Merasa
klitnya tersentuh oleh jari saya, pantat Mbak Yati semakin dinaikkan,
dan terasa tegang, kuluman ke batang kejantanan saya semakin kencang.
Tangan kanan saya masih meremas-remas susunya yang semakin tegak.
Melihat perpaduan antara belaian klitoris, remasan susu dan kuluman
rudal, suara kami jadi semakin maracau.
Pantat kami semakin naik
turun. Erangan kenikmatan dan sensasi aliran listrik menjalar ke
sekujur tubuh kami. Tiba-tiba Mbak Yati melepaskan kulumannya. Dia
kembali ke posisi duduk dan telentang sambil matanya tetap terpejam
oleh kenikmatan yang sudah bertahun-tahun tidak dirasakan. Saya tahu
maksudnya, bahwa dia minta gantian agar kewanitaannya dijilati.
Saya
singkapkan roknya, dan Mbak Yati dengan tergesa-gesa melepaskan sendiri
CD-nya, seakan tidak sabar dan tidak ingin ada waktu luang yang
terputus. Kedua kakinya sudah ditelentangkan, kemaluannya yang mungil
dengan bulu-bulu halus dan terawat sudah kelihatan merekah. Saya
dekatkan mulut saya ke liang senggamanya, tetapi saya baru akan
menjilati kedua selangkangannya terlebih dahulu. Dia meremas-remas
rambut saya. Kedua kakinya mengejang-ngejang dan bergerak-gerak tidak
terkontrol. Pantatnya digerak-gerakkan naik turun. Ini artinya Mbak
Yati sudah sangat penasaran dan sangat gemas agar kemaluannya ingin
dijilati. Dia kelihatan penasaran sekali. Saya jilati bibir kemaluannya.
Harumnya
yang khas kemaluan wanita semakin merangsang saya. Remasan-remasan di
kepala saya semakin kuat. Akhirnya saya buka bibir kemaluannya, saya
jilati klitorisnya. Ketika lidah saya menyentuh klitorisnya, nafas lega
dan erangan kenikmatan keluar dari mulutnya.
"Uuuhhh... uhhh... uughhh..!" terus menerus keluar dari mulutnya.
Kepalanya
selalu bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri. Remasan remasan tangan
kirinya sekarang beralih ke punggung saya, sedangkan tangan kanannya
berusaha mencari batang keperkasaan saya dan akhirnya meremas-remas dan
mengocoknya. Tangan yang lembut dengan kocokan dan remasan yang halus,
memijat-mijat batang kejantanan saya, memberikan sensasi tersendiri
pada rudal kebanggaan milik saya.
Lidah saya berputar-putar di
klitorisnya, usapan-usapan lidah di dinding vagina, terkadang saya
selingi dengan isapan dan gigitan halus di klitorisnya, membuat dia
semakin marancu, "Uuugghhh... geellliii banggeeettt..! Uuufff..,
ggellliii bannget..! Uufff gglliii..."
Dan secara tiba-tiba kedua
tangannya mencakar punggung saya, kedua kakinya menegang, dadanya
membusung naik diikuti dengan getaran tubuh yang hebat sambil
mengerang, "Uuuggghhhfff Aaalllviii.., uufff aku mmmauu kkeellluuua...
aaarrr..."
Nafasnya tersengal dan memburu, tandanya dia sudah sampai di puncak kenikmatan seorang wanita.
"Aaalllviii.., kamu belum yaaa..? Sini kukulum biar cepet nyampai." suara Mbak Yati sambil nafasnya masih memburu.
Dia
membungkuk di pangkuan saya, saya telentang di jok. Dia kembali
mengulum batang kejantanan saya. Bibir yang manis dan mungil kembali
mengocok-ngocok rudal saya. Lidahnya dengan lembut menyapu kepala
kemaluan saya. Sensasi yang tadi sempat terputus, kembali dapat saya
rasakan. Kaki saya menegang, pantatku terangkat, tangan saya
meremas-remas kedua pipinya. Aliran listrik menjalar dari kepala
kejantanan saya, naik ke ubun-ubun dan sekujur tubuh. Aliran tersebut
kembali lagi bersama-sama mengarah ke ujung rudal saya, ke kepala
kemaluan saya, dan akhirnya keluar bersama-sama dengan cairan putih dan
kental ke mulut Mbak Yati, ke bibir Mbak Yati, ke hidungnya dan ke
pipinya, banyak sekali. Seakan-akan habis sudah cairan yang ada di
tubuh ini, lemas kedua tubuh kami. Untuk sejenak kami berdua berdiam
diri, untuk menikmati sensasi kami, untuk mengatur nafas kami dan untuk
menenangkan emosi kami.
Kami berdua telentang di jok kami
masing-masing, dengan kemaluan kami yang masih terbuka. Kami saling
berpandangan dan tersenyum puas. Tangan kanan Mbak Yati meremas tangan
kiriku, saya tidak tahu apa artinya, apakah ucapan terima kasih, pujian
ataukah janji untuk mengulangi lagi apa yang telah kami lakukan.
Setelah
istirahat sejenak, Mbak Yati mengambil tisue dan membersihkan cairan
kental yang belepotan di perutku dan kemaluan saya. Mbak Yati
memmbersihkannya dengan mesra dan terkadang bercanda dengan mencoba
meremas dan membangunkan kembali rudal saya.
"Mbak. Jangan digoda lagi lho, kalau ngamuk lagi gimana..?" kataku bercanda.
"Coba aja kalau berani, siapa takut..!" jawabnya sambil menirukan iklan di TV.
Setelah
membersihkan kemaluanku, dia juga membersihkan kemaluannya dengan
tisue, dan memakai kembali CD-nya, merapihkan rok, blus dan BH-nya yang
kusut. Sementara saya juga merapihkan kembali celana saya.
Dia menyisir rambutnya, dan merapikan kembali riasan wajahnya, sambil melirik dan tersenyum ke saya penuh bahagia.
"Mbak.., besok tetap lho ya jam sepuluh pagi." saya mengingatkan.
"Pasti donk, mana sih yang nggak pengin sarang burungnya dimasukin burung." canda dia.
"Apalagi sarangnya sudah kosong lama ya Mbak..?" godaku.
"Pasti enak kok kalau udah lama." jawab dia.
Setelah
kami semua rapih, Mbak Yati aku antar pulang dengan tetap berdekapan,
dia tertidur di dadaku, tangan kiri saya untuk mendekap dia dan tangan
kanan saya untuk pegang stir.
Sesampainya di rumah MBak Yati, cuaca masih gerimis. Mbak Yati menawarkan untuk mampir sebentar di rumah.
"Vi, masuk dulu yuk..! Aku buatkan kopi hangat kesukaanmu." ajak Mbak Yati.
"Oke dech, aku parkir dulu mobilnya ya..?"
Sampai
di dalam rumah Mbak Yati, ternyata Tarno tidak ada. Menurut Bi Inah,
pembantu Mbak Yati, katanya Tarno hari ini tidak pulang, karena diminta
atasannya dinas ke luar kota.
"Vi, ternyata Tarno malam ini nggak pulang. Kamu tidur aja disini, di kamar Tarno." pinta Mbak Yati sambil senyum penuh arti.
Aku tahu kemana arah pembicaraan Mbak Yati.
"Nggak mau kalau tidur di kamar Tarno, aku takut sendirian." godaku.
"Emangnya takut sama siapa..?"
"Ya takut kalau Mbak Yati nanti nggak nyusul ke kamarku."
"Sssttt..! Jangan keras-keras, nanti ada yang denger." Mbak Yati cemberut, takut kalau ada yang dengar.
"Ya
udah, aku tidur sendiri di kamar Tarno, kalau nanti malam saya dimakan
semut, jangan heran lho Mbak..!" saya pura-pura merajuk.
"Nggak usah
ribut, mandi sana dulu, nanti malam kalau semua orang udah pada tidur,
kamu boleh nyusul aku ke kamar, nggak saya kunci kamarku." bisik Mbak
Yati pelan.
"Siiip dach..!" aku ceria dan langsung pergi mandi.
Habis
mandi, badan saya terasa segar kembali. Saya langsung pergi ke kamar,
pura-pura tidur. Tetapi di dalam kamar saya membayangkan apa yang akan
saya lakukan nanti setelah berada di kamar Mbak Yati. Saya akan
bercinta dengan orang yang sudah bertahun-tahun saya idamkan.
Jam
di kamar saya menunjukkan pukul 12:30 malam. Kudengarkan kondisi di
luar kamar sudah kelihatan sepi. Tidak terdengar suara apapun. TV di
ruang keluarga juga sudah dimatikan Bi Inah kira-kira jam 11 tadi. Bi
Inah adalah orang yang terakhir nonton TV setelah acara Srimulat yang
merupakan acara kegemaran Bi Inah. Untuk mempelajari suasana, saya
keluar pura-pura pergi ke kamar mandi. setelah benar-benar sepi, saya
mengendap-endap masuk ke kamar Mbak Yati.
Lampu di kamar Mbak
Yati remang-remang. Mbak Yati tidur telentang dengan mengenakan daster
tipis yang semakin memperindah lekuk tubuh Mbak Yati. Tubuh Mbak Yati
yang mungil tapi padat berisi, terlihat tampak sempurna dibalut daster
tersebut. Dengan tidak sabar saya dekap tubuh Mbak Yati yang sedang
telentang bagaikan landasan yang sedang menunggu pesawatnya mendarat.
Mbak Yati saya dekap hanya tersenyum sambil berbisik, "Sudah nggak sabar ya..?"
"Ya Mbak, perasaan waktu kok berjalan pelaaan sekali..."
Saya
cium belakang telinganya yang mungil dan ranum, kemudian ciuman saya
bergeser ke pipinya dan akhirnya ke bibirnya yang mungil dan juga
ranum. Kedua tangan Mbak Yati mendekap erat di leher saya. Tangan saya
yang kiri saya letakkan di bawah kepala Mbak Yati untuk merangkulnya.
Sedangkan tangan kanan saya gunakan untuk membelai dan melingkari
sekitar susunya. Dan dengan perlahan dan lembut, telapak tangan saya
gunakan untuk meremas-remas lingkaran luar payudaranya, dan ternyata
Mbak Yati sudah tidak memakai BH lagi.
Erangan-erangan lembut
Mbak Yati mulai keluar dari bibirnya, sedangkan kedua kakinya
bergerak-gerak menandakan birahinya mulai timbul. Remasan-remasan
tanganku di seputar susunya mendapatkan reaksi balasan yang cukup baik,
karena kekenyalan susu Mbak Yati kelihatan semakin bertambah. Tangan
kanan saya geserkan ke bawah, sebentar mengusap perutnya, beralih ke
pusarnya, dan akhirnya saya gunakan untuk mengusap kewanitaannya.
Ternyata Mbak Yati juga sudah tidak memakai CD, sehingga kemaluannya
yang bulat dan mononjol, serta kelembutan rambut kemaluannya dapat saya
rasakan dari luar dasternya.
Kedua kakinya semakin melebar,
memberikan kesempatan seluas-luasnya tangan saya untuk membelai-belai
kewanitaannya. Ciuman saya beberapa saat mendarat di bibirnya, kemudian
saya alihkan turun ke lehernya, ke belakang telinganya, dan akhirnya
turun ke bawah, melewati celah di bukit kembarnya. Saya ciumi lingkaran
luar bukit kembarnya, sebelum akhirnya menyiumi puting susunya yang
sudah mengacung. Ketika lidah saya menyium sampai ke putingnya, nafas
Mbak Yati kelihatan mengangsur, menunjukkan kelegaan.
"Uuucccghhh... Alllviii..!"
Tali
daster yang menggantung di pundaknya, saya pelorotkan sehingga
menyembullah kedua bukit kembarnya yang kenyal, dengan kedua putingnya
yang sudah mengacung dan tegang. Saya ciumi sekali lagi kedua bukit
kembarnya, dan saya jilati putingnya dengan lidah. Sementara kedua jari
dari tangan kanan saya secara bersamaan membelai-belai kedua
selangkangannya, yang terkadang diselingi dengan usapan kemaluan
luarnya dengan telapak tangan kanan saya. Belaian ini memberikan
kehangatan di bibir kewanitaannya, selain untuk meningkatkan rasa
penasaran liang senggamanya.
Jari tengah saya gunakan untuk
mebelai-belai bibir luar kemaluannya yang sudah sangat basah. Saya usap
klitorisnya dengan lembut dan pelan dengan menggunakan ujung jari,
membuat Mbak Yati semakin menikmati belaian lembut klitorisnya. Bibir
kewanitaannya semakin merekah dan semakin basah.
Lidahku masih
menari-nari di kedua putingnya yang semakin keras, jilatan lidah saya
memberikan sensasi yang kuat bagi Mbak Yati. Terbukti dia semakin erat
meremas rambut saya, deru nafasnya semakin memburu dan lenguhannya
semakin kencang.
"Uuucccggghhh... Aaalllviii... uuuggghhh... eeennnaaagggkkk..."
Saya
jilati kedua putingnya kanan dan kiri bergantian, sambil meremasi
dengan lembut tetapi sedikit menekan kedua susunya dengan kedua tangan
saya.
Setelah saya puas menciumi susunya, ciuman saya geser ke
arah perutnya, saya jilati pusarnya, kembali Mbak Yati sedikit
menggelinjang, mungkin karena kegelian. Ciuman terus saya geser ke
bawah, ke arah pahanya, turun ke bawah betisnya, terus naik lagi ke
atas pahanya, kemudian ciuman saya arahkan ke rambut kemaluannya yang
lebat. Mendapat ciuman di rambut kemaluannya, kembali Mbak Yati
menggelinjang-gelinjang. Saya buka bibir kemaluannya yang merekah, saya
ciumi dan jilati seputar bibir kewanitaannya, terus lidah saya
diusapkan ke klitorisnya, dan bergantian saya gigit, terkadang saya
hisap klitorisnya.
Setiap sentuhan lidah saya menjilat pada
klitorisnya, tangan Mbak Yati menjambak rambut saya. Kepalanya
menggeleng-geleng, dengan dada yang dibusungkan, kedua kakinya mendekap
erat leher saya, dan kicaunya semakin tidak karuan, "Uuuccgghh..
Aaalllvvviii.. uughhh... ggeellii... uuufff.. ggeellii...
seekkaaalliii..."
Cairan yang keluar dari kemaluannya semakin
banyak, bau khas liang senggamanya semakin kuat menyengat. Rintihan,
lenguhan yang keluar dari mulut Mbak Yati semakin kacau.
Gerakan-gerakan tubuh, kaki dan gelengan-gelengan kepala Mbak Yati
semakin kencang. Dadanya tiba-tiba dibusungkan, kedua kakinya tegang
dan menjepit kepala saya. Saya mengerti kalau saat ini detik-detik
orgasme akan segera melanda Mbak Yati. Untuk memberikan tambahan
sensasi kepada Mbak Yati, maka kedua putingnya saya usap-usap dengan
kedua jari tangan, dengan mulut tetap menyedot dan menghisap
klitorisnya, maka tiba-tiba, "Aaauughh... Aalllvviii aakk... kkkuu...
kkeeelluuarrr... Aaacchh..!"
Saya tetap menghisap klitorisnya. Dan dengan nafas masih terengah-engah, Mbak Yati bangun dan duduk.
"Ayo Alvi.., gantian kamu tidur aja telentang..!" kata Mbak Yati sambil menidurkan saya telentang.
Gantian
Mbak Yati telungkup di samping saya. Tangannya yang lembut sudah mulai
mengelus-elus batang kemaluan saya yang sudah sangat tegang. Mulutnya
yang mungil mencium bibir, terus turun ke puting. Saya merasa sedikit
kegelian ketika dicium puting saya. Mulutnya terus turun mencium pusar,
dan akhirnya saya rasakan ada rasa hangat, basah dan sedikit sedotan
sudah menjalar di rudal saya. Ternyata Mbak Yati mulai mengocok dan
mengulum kejantanan saya. Mbak Yati mengulumnya dengan penuh nafsu.
Matanya terpejam tetapi kepalanya turun naik untuk mengocok rudal saya.
Kepala
kemaluan saya dijilatinya dengan lidah. Tekstur lidah yang lembut tapi
sedikit kasar, membuat seakan ujung jari kaki saya terasa ada getaran
listrik yang menjalar di seluruh kepala. Jilatan lidah di kepala rudal
memang sangat enak. Aliran listrik terus menerus menjalar di sekujur
tubuh saya. Kepala Mbak Yati yang naik turun mengocok kejantanan saya
yang saya bantu pegangi dengan kedua tangan. Kocokannya semakin lama
semakin kuat, dan hisapan mulutnya seakan meremas-remas seluruh batang
keperkasaan saya. Seluruh pori-pori tubuh saya seakan bergetar dan
bergolak. Getaran-getaran yang menjalar dari ujung kaki dan dari ujung
rambut kepala, seakan mengalir dan bersatu menuju satu titik, yaitu ke
arah rudal keperkasaan saya.
Getaran-getaran tersebut makin
hebat, akhirnya kemaluan saya menjadi seolah tanggul yang menahan air
gejolak. Lama-lama pertahanan kemaluanku seakan jebol, dan tiba-tiba
saya menjerit.
"Mmmbbbakkk Yaattii... aaggkkuu kkelluuaaarrr..!"
Mendengar
saya mengerang mau keluar, mulut Mbak Yati tidak mau melepaskan batang
kejantanan saya, tetapi malah kulumannya dipererat. Mulut Mbak Yati
menyedot-nyedot cairan yang keluar dari rudal saya dengan lahapnya,
seakan tidak boleh ada yang tersisa. Batang kemaluan saya
dihisap-hisapnya seakan menghisap es lilin. Sensasinya sungguh sangat
dahsyat. Ternyata Mbak Yati sangat ahli dalam permainan oral.
Nafas
saya sedikit tersengal, badan sedikit lemas, karena seakan-akan semua
cairan yang ada di tubuh, mulai dari ujung kaki sampai dengan kepala,
habis keluar tersedot oleh Mbak Yati.
Mbak Yati tersenyum puas sambil menggoda, "Gimana rasanya..?"
"Waduh.., Mbak luar biasa..." jawabku sambil masih terengah-engah.
"Nggak kalahkan dengan yang muda..?" kata Mbak Yati dengan berbangga.
"Yaa jelas yang lebih pengalaman donk yang lebih nikmat."
Kami
istirahat sejenak sambil minum. Tetapi ternyata Mbak Yati memang luar
biasa. Baru istirahat beberapa menit, tangannya sudah mulai
bergerak-gerak di perut, di paha dan di selangkangan saya, membuat rasa
geli di sekujur tubuh. Tangannya kembali meremas-remasbatang kemaluan
saya. Karena masih darah muda, maka hanya sedikit sentuhan, kemaluan
saya langsung berdiri dengan gagahnya mencari sasaran. Melihat batang
keperksaan saya dengan cepatnya berdiri lagi, wajah Mbak Yati kelihatan
berseri-seri. Sambil tangannya tetap mengocoknya, kami saling
berciuman. Bibir Mbak Yati yang mungil memang sangat merangsang semua
laki-laki yang melihatnya. Ciuman yang lembut dengan usapan-usapan
tangan saya ke arah putingnya, membuat birahi Mbak Yati juga cepat
naik. Putingnya seakan-akan menjadi tombol birahi. Begitu puting Mbak
Yati disenggol, lenguhan nafasnya langsung mengencang, kedua kakinya
bergerak-gerak, pertanda birahinya menggebu-gebu.
Saya usap liang senggamanya dengan tangan, ternyata liang kenikmatan Mbak Yati sudah sangat basah.
"Gila bener cewek ini, cepet sekali birahinya..," pikir saya dalam hati.
Mbak
Yati menarik-narik punggung saya, seakan-akan memberi kode agar senjata
rudal saya segera dimasukkan ke sarangnya yang sudah lama tidak
dikunjungi burung pusaka.
"Ayo dong Vi..! Cepetan, Mbak sudah nggak tahan nich..!"
Alat
vital saya sudah semakin tegang, dan saya sudah tidak sabar untuk
merasakan kemaluan Mbak Yati yang mungil. Saya sapukan perlahan-lahan
kepala kejantanan saya di bibir kewanitaannya. Kelihatan sekali kalau
Mbak Yati menahan nafas, tandanya agak sedikit tegang, seperti gadis
yang baru pertama kali main senggama. Setelah menyapukan kepala rudal
saya beberapa kali di bibir kenikmatannya dan di klitorisnya. Akhirnya
saya masukkan burung saya ke sarangnya dengan sangat perlahan.
Kedua
tangan Mbak Yati meremas pundak saya. Kepalanya sedikit miring ke kiri,
matanya terpejam dan mulutnya sedikit terbuka sangat seksi sekali,
tandanya Mbak Yati sangat menikmati proses pemasukan batang kejantanan
saya ke liang senggamanya. Lenguhan lega terdengar ketika kepala
kemaluanku membentur di dasar liang kenikmatannya. Saya diamkan
beberapa saat rudal saya terbenam di liang senggamanya untuk memberikan
kesempatan kemaluan Mbak Yati merasakan rudal kenikmatan dengan baik.
Saya
pompakan batang kejantanan saya ke liang senggama Mbak Yati dengan
metode 10:1, yaitu sepuluh kali tusukan hanya setengah dari seluruh
panjang batang kejantanan saya, dan satu kali tusukan penuh seluruh
batang kejantanan saya sampai membentur ujung rahimnya. Metoda ini
membuat Mbak Yati merancau tidak karuan. Setiap kali tusukan saya penuh
sampai ujung, saya kocok-kocokkan kejantanan saya beberapa lama,
akhirnya saya rasakan kaki Mbak Yati melingkar kuat di pinggang saya.
Kedua
tangannya mencengkram punggung saya, dan dadanya diangkat membusung,
seluruh badannya tegang mengencang, diikuti dengan lenguhan panjang,
"Aaacchhh... aaauuuggghhh... Aallvvii... aakkku.. kkkeelluuaaa.. aaa..
rrr..!"
Batang kemaluan saya terasa sangat basah dan dicengkram
sangat kuat. Merasakan remasan-remasan pada rudal saya yang sangat
kuat, membuat pertahann saya juga seakan makin jebol dan akhirnya,
"Ccrroot... crooot... crrrot..!" saya juga keluar.
Setelah
permainan itu, saya sering melakukan hubungan seks berkali-kali, bisa
seminggu dua kali saya melakukan hubungan seks dengan Mbak Yati.
Ternyata nafsu seks Mbak Yati cukup besar, kalau satu minggu saya tidak
bermain seks dengan Mbak Yati, pasti Mbak Yati akan main ke rumah,
ataupun setelah bekerja, dia akan menelpon saya di kantor untuk meminta
jatah.
Saya melakukan hubungan seks dengan Mbak Yati bisa dimana
saja, asal tempatnya memungkinkan. Baik di rumah saya, di rumah dia, di
hotel, di mobil, di garasi, di kamar mandi sambil berendam di bath-tub,
di dapur sambil berdiri, bahkan aku pernah bermain seks di atas kap
mesin mobil saya. Ternyata berhubungan seks itu kalau dengan perasaan
agak takut dan terkadang tergesa-gesa, memberikan pengalaman tersendiri
yang cukup mengasyikkan.
TAMAT