Masih Perawan Dan Pemalu
Sebelumnya kuperkenalkan dulu siapa
diriku. Namaku Nunu, seorang mahasiswa semester pertama di universitas
JS di kota P dan nama pacarku Rirrie, sekolah di SMU Negeri 1 kelas III
di kota P juga. Wajahnya cantik walaupun tidak secantik bintang
sinetron, manis tepatnya. Punya alis mata yang hitam tebal yang sangat
kontras dengan kulitnya yang putih. Dengan hidung yang mungil lucu plus
bibir "dower" yang selalu merah dan dihiasi dengan gigi yang sedikit
tidak teratur tetapi justru giginya itu yang menjadi daya tarik
utamanya. Tingginya sekitar 155 cm, berat 47 kg. Badannya mungil tapi
montok. Bahu yang datar dan badan yang tegap dihiasi dengan sepasang
payudara indah berukuran 32B yang proporsional sekali dengan tubuhnya.
Pantat yang terbentuk rapi disertai sepasang kaki yang indah, terutama
betisnya. Pinggang yang ramping, perut yang datar dan pinggul yang
tidak terlalu besar. Tapi sungguh, dengan keadaan tubuh seperti itu,
tidak ada pria yang bisa menahan napsunya jika melihatnya sedang
telanjang bulat. Tentu saja.
Kejadian ini kualami kalau tidak
salah hari Kamis tanggal 7 Desember 1998. Aku barus saja menjemputnya
pulang sekolah jam setengah dua siang. Biasanya sich dia bawa motor
sendiri, cuman hari itu entah kenapa dia berangkat sekolah naik becak.
Jadinya saat pulang sekolah dia menelponku minta dijemput. Panas sekali
hari itu. Saat sampai di rumahnya aku tidak langsung pulang. Aku mampir
sejenak buat sekedar menghilangkan rasa haus. Aku duduk di ruang tamu,
di sofa yang panjang, sementara dia mengganti baju sekolahnya dengan
gaun santai. Entah model apa bajunya, yang jelas dia memakai kaos
dengan celana pendek yang berbahan kaos juga. Dia tampak seksi sekali
dengan dandanan seperti itu. Dia balik sambil membawa segelas sirup
dingin dan kemudian tiduran di sofa dengan posisi kepalanya di
pangkuanku.
Kami pun berbasa-basi, saling menanyakan kabar
masing-masing. Karena memang kita sudah lama tidak ketemu. Aku barusan
pulang dari Jogja, tinggal di sana beberapa hari. Dia orangnya memang
gampang sekali kangen sama pacarnya. Ditinggal beberapa hari saja sudah
seperti sebulan hebohnya. Dan kalau dia sedang kangen, rugi aku kalau
tidak ada di sisinya. Tau maksudnya kan?
Lalu kami mulai
bercerita tentang kegiatan kami masing-masing selama ini sambil
sesekali saling mencumbu, berciuman dan berpagutan mesra. Saling
memainkan lidah. Kubiarkan mulutnya melumat bibirku. Kubiarkan giginya
menggigit lembut bibirku. Kurasakan lidahnya menari-nari di dalam
mulutku. Napasnya yang lembut mendera wajahku. Oh ya, aku paling suka
"kissing" dengannya saat dia sedang makan coklat. Rasanya jadi tambah
enak. Dan seperti biasa kalau kami sedang berasyik masyuk, kedua belah
tanganku selalu menari-nari di tubuhnya. Selalu! Orang dianya sendiri
yang minta buat dijamah. "Pokoknya kalau kamu sedang mencumbuku,
sekalian dech tangan kamu ngerjain tubuhku. Biar tidak nanggung. Tapi
harus di bagian yang sensitif. Seperti di daerah sini, sini dan di
sini!" katanya kepadaku suatu waktu sambil tangannya menunjuk leher,
dada dan bawah perutnya. Enak katanya. Akunya sich oke-oke aja. Siapa
yang bakal menolak ditawarin kerjaan seperti itu.
Mulailah
pekerjaanku. Kudekatkan kepalaku ke lehernya, kukecup perlahan leher
itu kemudian kugigit perlahan. Dia mendongakkan kepalanya tanda dia
merasa kegelian. Kucium daerah telinganya dan kukulum bagian telinga
yang menggelambir. Dia mendesah perlahan dan kemudian melingkarkan
kedua tangannya ke leherku. Tangan kananku pun berusaha menopang
punggungnya agar tubuhnya sedikit tegak dan tangan kiriku segera
kumasukkan ke balik bajunya, mengakibatkan kaosnya terangkat sampai ke
perut. Tanganku menyentuh kulitnya yang halus. Menyusup ke punggungnya
untuk melepas tali BH-nya. Dan mulailah tanganku menjelajahi bukit
barisan itu. Kuremas payudaranya, terasa lembut sekali, diapun
merintih. Kupilin putingnya, dia mengerang. Kutarik puting itu dan
diapun mendesah. "Ahh..!" Kuputar-putar jariku di sekitar puting itu
"Sshhh..!" Dia mengerang merasakan kenikmatan itu. Kuremas-remas buah
dada itu berulangkali, kucubit bukit itu. Rasanya kenyal sekali. Nggak
bakalan bosan walaupun tiap hari aku disuruh menyentuhnya.
Lalu
tanganku pun turun menyusuri perutnya, menuju hutan tropis. Masuk ke
dalam celana dalamnya yang terbuat dari kain satin dengan sedikit renda
pada bagian vaginanya. Kutemukan tumpukan kecil daging yang ditumbuhi
rambut-rambut halus. Kugunakan jari telunjuk dan jari manisku untuk
membelah labianya yang masih terasa liat sementara jari tengahku
kumasukan sedikit ke dalam liang senggamanya. "Mmhhh..." Dia kegelian.
Kedua kakinya nampak terjulur lurus, sedikit menegang. Kucari seonggok
daging kecil diantaranya. Bagian yang mampu mengantarkan seorang wanita
merasakan apa arti hidup yang sesungguhnya. Setelah kutemukan mulai
tanganku memainkannya. Kusentuh klitoris itu lembut sekali, namun
akibatnya sungguh luar biasa. Tubuhnya menggelinjang hebat dengan kedua
kaki terangkat ke atas menggapai-gapai di udara. Dia melenguh dengan
mata terpejam dan lidah yang menjilati bibirnya. Langsung kulumat
mulutnya. Dia pun membalas dengan ganas. "Uuhhhh..." Lalu tangan kiriku
berusaha menarik klitorisnya, kupencet, kusentil, kupetik, kugesek
dengan jari tengahku. Dia memang paling suka disentuh klitorisnya. Dan
kalau sudah disentuh, bisanya seperti orang sakau. Mendesah, mengerang,
dan menggigil.
Pernah suatu ketika aku ditelpon supaya datang ke
rumahnya cuma untuk "memainkan" klitorisnya. Ya, ampuun... setelah puas
bermain api, kami pun mencari air untuk menyiramnya. Ehh.. sorry,
ngelantur. Tak lama kemudian dia mengajakku ke lantai dua.
"Mas, naik ke atas yuk?"
"Mo ngapain?" tanyaku.
"Ke kamarnya Mbak Dian, di sini panas. Ada AC di sana."
"Boleh!" aku setuju.
Kami
pun naik ke lantai dua. Satu persatu anak tangga itu kami lewati dan
kami pun masuk ke kamar Mbak Dian. Aku langsung tiduran di tempat
tidur, sementara dia menyalakan AC-nya. Lalu dia rebah di sampingku.
Kami bercerita lagi dan bercumbu lagi. Kali ini kulepas kaosnya,
setumpuk daging segar menggunung di dadanya yang tertutup BH semi
transparan seolah ingin melompat keluar. Waw, menantang sekali dan
kemudian dengan kasar kusentakkan BH itu hingga terlepas, lalu
terhamparlah pemandangan alam. Nampak Sindoro Sumbing yang berjejer
rapi. Bergelanyut manja di dadanya. Putingnya yang berwarna coklat
kemerahan kokoh tegak ke atas mengerling ke arahku menantang untuk
kunikmati. Payudaranya betul-betul indah bentuknya, terbungkus kulit
kuning langsat tanpa cacat sedikitpun, yang tampak membias jika terkena
cahaya, yang menandakan payudara itu masih sangat kencang. Maklum
payudara perawan yang rajin merawat tubuh. Namun dengan payudara
seperti itu, jangankan menyentuh, cuma dengan memandangnya saja kita
akan segera tahu kalau payudara itu diremas akan terasa sangat lembut
di tangan.
Kudekatkan wajahku ke dadanya. Mulutku kubuka untuk
menikmati kedua payudaranya. Bau harum khas tubuhnya semerbak merasuk
ke dalam hidungku. Kuhisap salah satu putingnya, kugigit-gigit kecil.
Lidahku bergerak memutar di sekitar puting susunya. Dia mengejang
kegelian. Menjambak rambutku dan ditekankan kepalaku ke dadanya.
Wajahku terbenam di sana. Kugigit sedikit bagian dari bukit itu dan
kusedot agak keras. Nampaklah tanda merah di sana. Puas kunikmati
dadanya, mulailah ada hasrat yang menuntut untuk berbuat lebih. Tampak
juga di wajah Rirrie. Matanya menatapku sayu. Wajahnya memerah dan
napasnya memburu. Kalau dia dalam keadaan seperti ini, dapat dipastikan
dia sedang terangsang berat. Dan aku yakin kemaluannya pasti sudah
basah.
Aku bertanya padanya, "Rie, sekali-kali kita ngewek yuk!"
"Ah, tidak mau ah!" dia menolak.
"Kenapa?" tanyaku.
"Aku malu," jawabnya.
"Malu sama siapa?" tanyaku lagi.
"Aku malu diliat bugil. Aku malu kamu liat anuku." terangnya.
"Lho, kamu ini aneh. Masa hampir tiap hari kupegang memek kamu, cuma ngeliat malah tidak boleh?" tanyaku keheranan.
"He.." dia tertawa manja.
Otakku bekerja mencari akal.
"Atau
gini aja, kamu ambil selimut buat nutupin tubuh kamu. Ntar kita cari
gaya yang bikin memek kamu nggak keliatan," usulku sembarangan, nggak
taunya dia setuju.
"Iya dech Mas"
Aku girang setengah mati. Lalu
dia pun turun ke bawah mengambil selimut. Tak lama kemudian dia sudah
ada di hadapanku lagi dengan sebuah selimut batik di tangannya. Lalu
selimut itu diserahkannya kepadaku.
"Nah, sekarang kamu lepas semua pakain kamu!" perintahku.
Dia
pun segera melepas semua pakaiannya. Sungguh anggun cara dia melepas
pakaian. Perlahan namun pasti. Apalagi saat dia mengangkat kedua
tangannya untuk melepas penjepit rambut yang menyebabkan rambutnya
terurai indah menutupi sebagian pundaknya. Oh, cantik sekali dia.
Berdiri telanjang tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Layaknya
seorang bidadari. Dengan payudara yang kencang mengantung indah, dengan
bulu halus yang tertata rapi menghiasi bagian bawah perutnya. Dan
ketika sadar dirinya telanjang bulat, secepat kilat dia merampas
selimut yang ada di tanganku dan digunakanya untuk menutupi tubuhnya.
Kusuruh dia untuk naik ke atas tempat tidur dalam posisi merangkak
membelakangiku. Aku segera melepas seluruh pakaianku. Dia menengok ke
belakang dan tak sengaja menatap penisku yang sudah tegang berat dan
langsung memalingkan wajah. Jengah. Sambil merajuk manja. "Ihhh..."
Walaupun
kami sering bercumbu tapi kami belum pernah saling mempertontonkan alat
vital masing-masing. Kalau saling pegang atau sekedar nyentuh sich
sering. Makanya jangan heran kalau dia jengah waktu melihat penisku.
Dan lagi dia itu orangnya pasif. Penginnya "dikerjain" melulu, tapi
kalau disuruh "ngerjain" suka ogah-ogahan. Padahal sebenarnya dia
senang sekali kalau disuruh memegang penisku. Tapi itulah dia, dia yang
seorang Rirrie yang penuh dengan tanda tanya. Yang aku pun masih suka
bingung untuk mengikuti jalan pikirannya.
Aku pun segera
mendekat membawa seluruh amunisi yang kupunya. Siap dalam duel
berdarah. Kuangkat sedikit selimut yang menutupi pantatnya dan harum
birahi yang amat kusukai dari vaginanya menyebar. Tanganku pun masuk ke
balik selimut itu. Mencari daerah jajahan yang harus dikuasai.
Meraba-raba sampai akhirnya kutemukan gundukan itu. Terasa benar bulu
kemaluannya di jariku.
"Aowww... iiihhh! Mas nakal!" Dia protes
ketika aku berusaha mencabut beberapa helai bulu kemaluannya.
Sebelumnya buat para pembaca, aku melakukan ini semua tanpa melihat ke
arah vaginanya. Bayangkan, bagaimana sulitnya. Soalnya aku belum pernah
menatap langsung vagina sekarang ini. Mulai kupusatkan perhatianku di
daerah selangkangannya. Vaginanya terasa basah. Pasti dia sudah sangat
terangsang. Dan kucari letak lubangnya dengan jariku.
"Ah, geli Mas!" dia tersentak ketika tak sengaja tanganku menyentuh klitorisnya.
"Hore ketemu...!!!" aku teriak kegirangan.
Akhirnya
kutemukan lubang itu. Kumasukkan seperempat jari telunjukku ke dalam
vaginanya. Sebentar kuputar-putar disana. Pinggulnya bergerak-gerak
tanda dia kegelian. Lalu kutarik kembali dan kini pelan-pelan
kusorongkan rudalku untuk mencoba menembus dimensi itu. Saat pertama
penisku menyentuh vaginanya, secara refleks dia mengatupkan kedua
kakinya.
"Dasar perawan.." kataku di dalam hati.
Lalu perlahan kucoba merenggangkan kakinya. Terasa ada penolakan halus disana.
"Ayo dong sayang, direngganging sedikit kakinya. Katanya pengen di entotin."
Dia
nurut, perlahan dia mulai mengangkangkan kedua kakinya. Rudalku pun
kembali mencari sasarannya. Mulai menempel di bibir vaginanya. Terasa
hangat di situ.
"Aduh Mas, aku deg-degan nich"
"Udah kamu tenang aja dech!"
Perlahan
tanganku mencoba untuk membuka tabir itu. Kugunakan jemari tanganku
untuk menguak vagina itu. Sedikit terbuka. Dan kucoba memasukkan
penisku. "Bless!" Kepala rudalku mulai masuk, membuat Rirrie mengerang
kesakitan, membuatnya sedikit tidak nyaman.
"Aduh, Mas, sakit nich!" dia merintih.
Kepalanya mendongak ke atas dengan mimik menahan rasa sakit.
"Tahan sebentar ya sayang! Sakitnya paling cuma sebentar kok."
Kasihan juga sich melihat dia begitu. Tapi demi kenikmatan itu apa boleh buat.
Namun
saat kepala rudalku mulai menguak masuk vaginanya, terasa ada energi
yang sangat kuat dari dalam vaginanya mencoba untuk menyedot penisku
agar masuk ke dalam vagina itu. Sampai pinggulku tertarik maju membuat
seluruh penisku melesak ke dalam lubang itu. "Sleep..."
"Ah, Mas sakit nich!"
"Tapi kok enak ya Mas?"
"Makanya kalo pengen lebih enak jangan ribut terus!" kataku.
"Enak tapi kok aneh ya Mas? Kayak ada yang ngganjel," dia ngomong sekenanya.
Aku pun tertawa.
"Kamu santai aja dong, jangan tegang gitu."
Dia
menuruti perintahku. Dan sensasi yang belum pernah kami rasakan mulai
meresap di diri kami. Penisku rasanya seperti diremas-remas lembut
sekali oleh suatu benda asing yang hangat dan basah tak dikenal,
disedot-sedot oleh vaginanya. Duh.. nikmatnya luar biasa. Mataku sampai
nanar menahan kenikmatan itu. Lembab namun terasa sangat nyaman. Mulai
kugerakkan maju mundur pinggangku, kugenjot penisku perlahan dan
kemudian sedikit demi sedikit kupercepat genjotanku, kadang-kadang
kupelankan sambil kubenamkan sedalam-dalamnya ke lubang vaginanya
sampai dia menjerit, "Mas.. Mas aduh yang ini sich enak banget.. tusuk
lagi dong yang keras Mas!" Rirrie memohon.
Langsung saja
kuturuti permintaannya. penisku bergesekan dengan dinding vaginanya
yang membuahkan kenikmatan tersendiri bagi kami. Mengakibatkan bunyi
berdecak yang mengiringiku menuju sejuta kenikmatan.
Tidak lama
kemudian Ririe mendesah hebat sambil badannya bergerak ke sana-kemari,
cepat sekali, badannya meliuk-liuk, tangannya meremas-remas sprei
tempat tidur hingga acak-acakan.
"Uuuhh.. enak sekali Mas.. pelanin dong nyodoknya," rintih Rirrie.
Kuturuti kemauanya.
"Uh!" nikmat sekali rasanya.
Kupompa
perlahan-lahan sambil kunikmati kenikmatan yang menjalar ke seluruh
tubuhku. Sebentar-sebentar dia menggoyangkan pinggulnya, seolah-olah
ingin agar penisku juga merasakan kenikmatan itu. Kedua belah tanganku
bergerak kesana kemari menjelajahi bagian belakang tubuhnya. Kujambak
rambutnya dan kudongakkan kepalanya. Kubungkukan badanku lalu kuciumi
punggungnya. Kujilati leher itu. Kutampar perlahan pantat Rirrie. Dia
menjerit kecil. Tanganku pun mengarah ke depan menyambar payudaranya
yang menggelantung tak berdaya. Manggut-manggut mengikuti gerakan
badannya. Membuatku semakin horny. Payudaranya terasa lebih keras dari
biasanya. Mungkin karena dia sedang dalam kondisi terangsang puncak.
Kuremas-remas
dengan kasar. Kupilin-pilin putingnya dan, "Plop..." ya ampun puting
itu terlepas. Rambutnya yang panjang melambai-lambai mengikuti irama
genjotanku. Matanya terlihat amat sayu dan sebentar-sebentar terpejam.
Hingga akhirnya...
"Adduuhh.. Rirrie tidak kuat lagi Mas.."
"Rirrie pengen pipis.."
"Masss.. aaakhh.."
Kurasakan
dia menekan vaginanya sedalam mungkin sambil menggoyang-goyangkan
pinggulnya dan mengatupkan kedua kakinya yang membuat penisku semakin
keras terjepit. Namun sungguh, tindakannya justru makin menambah nikmat
gesekan yang kurasakan. Tubuhnya tersentak dan berdiri tegak
membelakangiku. Kepalanya disandarkan di bahuku.
"Masss.. enak sekalii.. Hmmm.."
Lalu
kulihat kepalanya mendongak ke atas dan kedua bola matanya membalik
seperti orang kesurupan. Tangannya bergerak ke belakang memeluk
tubuhku. Dan menekan kuat tubuhku seolah ingin menyatukan dengan
tubuhnya. Intensitas denyutan vaginanya semakin tinggi dan kekuatan
menyedotnya pun bertambah besar. Yang menyebabkan penisku terasa
semakin tertarik di liang senggamanya. Kupercepat lagi genjotanku. Dan
akhirnya...
"Ohhh... aaakhhh.. ouch... Mas enak!"
Teriakannya
keluar seiring orgasme yang dicapainya. "Seerrr..." cairan bening pun
keluar membasahi liang senggamanya. Banjir. Kurasakan suhu di sekitar
situ bertambah panas. Sekian lama berlalu tapi Rirrie masih terus
memejamkan matanya dan menekan kuat pinggulnya. Menggerak-gerakannya
kekiri dan kekanan. Mencoba untuk menyerap segala kenikmatan yang baru
pernah dirasakanya. Dia meracau tak karuan. Saat orgasme yang
dialaminya berakhir, dia pun terkulai lemas. Menjatuhkan tubuhnya di
atas tempat tidur dengan mata terpejam. Dalam posisi nungging. penisku
terlepas dari vaginanya. Tubuhnya bermandikan keringat. Semakin
menambah pesona kecantikan tubuhnya. Tak sengaja aku melihat daerah
selangkangannya. Ternyata bentuk vaginanya bagus sekali.
Vaginanya
yang berwarna merah jambu nampak merekah sedikit monyong dan labia
minora-nya nampak sedikit menjorok keluar. Mungkin karena tadi rudalku
berkali-kali membombardir pertahanannya. Vagina itu berdenyut-denyut
dan berkilat terkena cahaya. Sedikit darah keluar dari dalam vaginanya
perlahan turun mengalir ke pahanya. Ternyata dia masih benar-benar
perawan. Kubiarkan dia untuk mengatur detak jantungnya. Agar mampu
menghimpun kembali energi yang secara mendadak dikeluarkannya.
Sepertinya dia agak shock. Maklum, pengalaman pertama.
"Mas...
yang barusan itu enak sekali." Dia berbisik sambil menatapku dengan
senyum kecil di sudut bibirnya. Senyum penuh kepuasan. Lalu kurebahkan
tubuhnya sehingga dia dalam posisi tengkurap tidur, aku pun merebahkan
tubuhku menindih punggungnya. Tanganku bergerak kembali ke arah
selangkangannya. Becek sekali di sana. Kucari kembali letak liang
senggama itu.
"Ayo sayang buka kembali surga kamu," pintaku.
Perlahan
dia mengangkangkan kembali kedua kakinya. Dan kini giliranku untuk
memetik kemenangan itu. Begitu melihat Rirrie membuka sedikit saja
selangkangannya, semangatku langsung membara lagi. Kuambil
ancang-ancang untuk memasukkan kembali penisku. Satu.. dua.. tiga..
dan, "Bleess..." dengan mudahnya penisku menembus vaginanya. Tanpa
permisi dan karena sudah tidak sabar langsung kugenjot dengan kecepatan
tinggi. Tak lama kemudia kurasakan seluruh urat nadiku menegang dan
darah mengalir ke satu titik. Aku akan mencapai orgasme.
"Rie, Mas mau keluar nich.."
"Gantian Ya?"
"Iya Mas, dienak-enakin lho!"
Rirrie
berkata sambil kembali mengatupkan kedua kakinya. Terasa dia sedikit
mengejan untuk memberi kekuatan di daerah perutnya yang mengakibatkan
otot-otot di sekitar vaginanya kembali mencengkeram kuat. Semakin
kupacu genjotanku dan akhirnya pada saat akan terjadi titik kulminasi
kuangkat tubuhku dan kutarik penisku keluar dari vaginanya dan langsung
kubalikan tubuh Rirrie dan kuraih tangan kanannya lalu kusuruh dia
mengocok penisku. Kutarik kepalanya mendekati penisku. Penisku seperti
dipompa sampai bocor. Air maniku pun menyembur kencang dalam genggaman
tangannya. Mengenai wajahnya. Aku melenguh. Kulihat air maniku menetes
di sprei tempat tidur. Air maniku sepertinya tidak mau berhenti.
Tanganya yang lembut terus mengurut penisku dengan cepat, mengusap-usap
kepala rudalku dengan ibu jarinya. Sampai air mani terakhir menetes di
tangannya. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Sampai terasa ke
tulang sumsum.
"Enak Mas?" tanya Rirrie.
Aku mengangguk.
"Belum pernah aku merasakan yang se.pertii.. ini," jawabku terbata-bata.
Aku
merasa tubuhku lelah sekali. Lemas tak berdaya. Rirrie mendekatkan
wajahnya ke rudalku, dan dengan sangat-sangat lembut dikecupnya kepala
rudalku berkali-kali sambil berkata, "Kamu benda kecil tapi bisa bikin
orang gede kepayahan."
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Rirrie
memandangku dengan mesra sambil menebarkan senyum penuh pesona. Aku
langsung roboh di atas tubuhnya. Menindih tubuhnya. Kugigit perlahan
lehernya. Kujilat dagunya. Kukecup lembut bibirnya. Rirrie memeluk aku
sambil mengecup lembut pundakku.
"Mas kapan-kapan kita ngewek lagi ya Mas?" pintanya.
"Iya sayang. Suatu saat kita bakal ngewe lagi.. Kita cari gaya yang lainnya," jawabku perlahan.
"Sekarang Mas pengen bobo dulu. Mas kecapean nich," aku memohon.
"Iya dech Mas," balasnya.
"Mas.. Rirrie tambah sayang dech sama Mas."
Dan
aku pun mendapatkan ciuman paling hangat di bibir dalam sejarahku
bersamanya. Lalu tangannya turun ke bawah memegang penisku yang sudah
lembek dan meremas-remasnya dengan lembut sampai dia terlelap. Kemudian
kupeluk tubuhnya, kukecup keningnya lembut dengan berjuta perasaan yang
ada. Dengan sisa kekuatan yang ada, kuangkat badanku dan balik posisi
badanku hingga kepalaku berada di antara selangkangannya. Kukecup
lembut vagina itu. Kujilat sedikit lendir yang membasahinya. Kunikmati
sebentar pesona vaginanya dengan mulutku. Lalu akupun memejamkan mata.
Kami pun tertidur meninggalkan senyum kepuasan di bibir kami.
TAMAT