Viona, Guru Lesku
Kisah ini terjadi pada waktu aku duduk
dipertengahan kelas 3 SMA dulu. Waktu itu nilai-nilai pelajaranku
terutama matematika, fisika dan kimia bisa dibilang hancur lebur. Aku
kadang-kadang menyesal juga dulu mamilih kelas IPA, kenapa waktu itu
tidak memilih IPS saja supaya tidak ketemu 3 pelajaran keramat itu,
tapi ya nasi sudah jadi bubur, ya mau apa lagi. Demi memperbaiki
nilai-nilaiku, aku terpaksa mengiluti les bersama 2 temanku, Hans dan
Vernand. Yang memberi les seorang mahasiswi tingkat akhir, umurnya
kira-kira 22 tahun waktu itu. Aku mengenalnya melalui perantaraan
ciciku. Namanya Fiona, penampilannya perfect sekali, kulit putih, body
langsing dengan buah dada yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu
kecil, pas lah untuk ukuran orang Asia, rambutnya panjang sedada,
biasanya dikucir, wajahnya juga cantik, tidak lebar tidak juga panjang,
sekilas mirip artis Moon Lee dari Hongkong, dia juga memakai kacamata
minus, yang membuatnya terlihat seperti orang pintar, tapi itu tidak
mengurangi kecantikannya.
Hari itu aku pergi les ke rumahnya
bersama dengan Hans, waktu itu Vernand tidak bisa datang karena sakit.
Sesampainya di sana, kami memencet bel berulang kali tapi tidak ada
yang membukakan pintu, sialnya lagi waktu itu hujan sudah mulai turun
deras sedangkan kami tidak membawa jas hujan, terpaksa kami mampir dulu
ke restoran kecil tepat di seberang rumahnya, minum kopi dulu sambil
menunggu hujan reda.
Kira-kira 15 menit kemudian aku melihat Ci
Fiona turun dari taksi dan langsung berlari ke rumahnya karena tidak
membawa payung. Aku langsung memberitahu Hans, setelah kami membayar,
lalu kami membawa motor masing-masing ke depan pagar rumah Ci Fiona,
sebelum dia masuk rumahnya kami sudah sampai di depan pagar sehingga
kami tidak bertambah basah karena dia sudah melihat kehadiran kami.
Di
dalam rumah kami membuka jaket kami yang basah. Ci Fiona memberikan
handuk pada kami untuk mengeringkan diri dan memberikan kami minum teh
panas. Dia sendiri sempat kebasahan sehingga pakaiannya mengerut dan
makin memperlihatkan lekuk tubuhnya.
"Aduh sori banget yah, hari ini Cici ada kuliah tambahan lupa beritahu kalian jadi bikin kalian basah gini", katanya.
"Tidak apa-apa kok Ci kita maklum, tapi kok kenapa di rumah sekarang sepi amat nih, yang lain pada ke mana nih?", tanya Hans.
"Papa
dan Mama lagi ke Surabaya ngikutin undangan pernikahan saudara nih,
terus pembantu cici udah pulang, kan udah deket lebaran".
"Wah jadi repot dong Ci di rumah sendirian", kataku padanya.
"Yah begitulah, tapi besok ortu pulang kok", katanya.
"Eh, sebelum les Cici mau mandi dulu sebentar ya, basah nih nanti flunya kambuh lagi, kalian tunggu saja dulu di sini oke..".
Mendengar
itu pikiranku mulai ngeres membayangkan di saat dingin begini bisa
mandi bersama cewek secantik Ci Fiona. Ooh enaknya, dingin-dingin empuk
deh rasanya.
Dari kamar mandi mulai terdengar suara percikan
air, ingin rasanya aku mengintipnya tapi sayang lubang kuncinya sempit
sekali. Kami mulai melihat-lihat isi ruang tamunya, melihat
foto-fotonya waktu kecil, foto pernikahan kakaknya, dan foto-foto
keluarga yang terpajang di sana.
Tiba-tiba dari kamar mandi
terdengar jeritan disusul Ci Fiona keluar dari kamar mandi hanya dengan
ditutupi handuk yang dilipat dan secara refleks memeluk Hans yang saat
itu dekat kamar mandi. "Ada kecoa besar sekali di sana!", katanya. Aku
masuk ke kamar mandi dan melihat ada seekor kecoa yang cukup besar yang
bisa membuat wanita terkejut, segera kutepuk binatang itu dengan sandal
dan kubuang bangkainya ke tong sampah. Waktu aku keluar kamar mandi
kulihat Ci Fiona masih dipelukan Hans dengan hanya selembar handuk
saja, dalam hati aku merasa sirik. "Huh kenapa gua dari tadi bukan
berdiri di situ, sialan", gerutuku dalam hati. Ci Fiona terlihat seksi
sekali saat itu, rambutnya yang basah tergerai dan pahanya yang putih
panjang itu kulihat dengan jelas sekali membuat penisku bangkit saat
itu, ingin rasanya menarik handuk itu.
Hans berkata, "Ci kecoanya sudah mati Ci, tenang.., tenang..!".
Beberapa saat kemudian Ci Fiona mulai tenang dan berkata, "Terima kasih ya untung ada kalian, Cici takut banget sama kecoa".
Dia mulai melepaskan pelukan tidak sengajanya itu, tapi mendadak Hans menangkap pergelangan tangan kirinya dan tidak melepasnya.
"Eh, kenapa kamu ini Hans, sudah cici mau berpakaian dulu nih".
"Sudah Ci tidak usah repot-repot berpakaian deh, saya lebih suka ngeliat Cici seperti ini", jawab Hans.
"Udah
ah, kamu jangan main-main keterlaluan gitu ya", kata Ci Fiona sambil
menghentakkan tangannya, tapi Hans bukannya melepas malah semakin erat
menggenggamnya sambil tangan satunya menarik lipatan handuk yang
dipakai Ci Fiona sehingga handuk itu jatuh, dan terlihatlah pemandangan
terindah yang pernah kulihat tubuh putih indah dengan buah dada yang
putingnya merah muda dan kemaluannya yang tertutup bulu-bulu hitam yang
lebat, persis seperti model-model nude Jepang yang kulihat di internet.
"Kurang ajar kamu ya!", bentaknya sambil menampar Hans.
Ditampar
begitu Hans bukannya kapok, malahan memegang tangan satunya itu dan
melipat kedua tangan Ci Fiona ke belakang, lalu mencium bibirnya,
membuat pipi Ci Fiona memerah malu.
Melihat adegan panas itu aku
yang sudah terbuai nafsu langsung mendekati mereka. Aku memeluk Ci
Fiona yang sedang berciuman dari belakang. Tubuh Ci Fiona terasa harum,
karena baru selesai mandi. Tanganku agak gemetar ketika memegang buah
dadanya yang indah. Kumain-mainkan putingnya sampai terasa mengeras,
aku juga menciumi kupingnya dan turun menjilati lehernya, kemudian
tangan kiriku mulai turun meraba kemaluanya dan memainkan klitorisnya,
hangat rasanya tanganku di tempat itu. Hans melepas ciumannya setelah
merasa susah bernafas.
"Sudah.., sudah berhenti.., kalo tidak Cici teriak nih!", kata Ci Fiona.
Tapi
bukannya berhenti, Hans kembali melumat bibir Ci Fiona dan mulai meraba
dadanya, aku gantian memegangi tangan Ci Fiona. Menurutku Ci Fiona
sebenarnya suka diperlakukan begitu hanya saja dia sok jual mahal atau
mungkin juga malu. Buktinya kalau dia tidak suka dia pasti sudah
berteriak sejak tadi, dan lagi pula dia bisa dengan mudah menendang
sekangkangan Hans untuk melepaskan diri, tapi nyatanya dia hanya
meronta-ronta sedikit dan lebih lagi dia juga mulai mengeluarkan
lidahnya untuk beradu ketika Hans menciuminya.
Tidak lama kemudian rontaannya mulai melemas dan kelihatannya dia mulai menikmati semua ini.
Hans kembali berkata, "Ci di sini tidak nyaman kan, gimana kalo kita ke kamar Cici aja?".
"Sudah.., cukup.., kalian memang keterlaluan, Cici ini kan guru kalian!".
Tanpa
menjawab Hans mencari dan menemukan kamar Ci Fiona, aku menutup mulut
Ci Fiona dengan tanganku sambil memegangi kedua tangannya yang terlipat
ke belakang dan aku menggiringnya masuk ke kamarnya. Setelah Hans
mengunci pintu aku mendorong Ci Fiona ke ranjang. Ci Fiona meraih
selimut dan menutupi tubuhnya lalu berkata, "Kurang ajar kalian ya..,
pergi kalian dari rumah ini..!". Tapi kami mana mungkin menurutinya,
aku mendekatinya sementara Hans membuka pakaiannya, kurebahkan dia di
ranjang. Kulumat bibir mungilnya, lalu kujilat buah dadanya, sambil
tanganku memainkan vaginanya yang sudah basah karena kumainkan waktu di
ruang tamu tadi.
"Stop.., pergi.., jangan gitu Siung.., ah.., jangan.., ahh!", kudengar Hans berkata padaku.
"Eh Siung mau main kok masih pake baju, lepas dulu dong sana!".
Hans
yang sudah bugil duduk di samping kami, lalu kulepas sebentar Ci Fiona
untuk membuka bajuku, Hans langsung menyambar Ci Fiona dan menjilati
vaginanya, sesudah bugil aku mendekati lagi Ci Fiona yang lagi
terbaring. Aku berlutut di depan wajahnya dan berkata, "Ci tolong dong
jilatin, boleh tidak?". Ci Fiona menatapku sejenak sambil mendesah
karena jilatan Hans, lalu diraihnya penisku dan dimasukkannya ke dalam
mulutnya. Kulumannya enak sekali, penisku terasa hangat dan basah.
Sambil dikulum, kuremas-remas buah dadanya yang montok itu.
Setelah
puas menjilati vagina Ci Fiona, Hans mengarahkan penisnya yang cukup
besar itu ke liang vagina Ci Fiona, dengan perlahan Hans memasukkannya
sementara Ci Fiona terus mengulum dan menjilati penisku. Ternyata Ci
Fiona sudah tidak perawan lagi, karena ketika Hans memasukkan penisnya
tidak ada darah sedikitpun.
Kira-kira 10 menit lebih penisku
dikulum olehnya, aku merasakan sudah mau keluar dan aku sebenarnya
sudah mau melepasnya namun tak tertahankan lagi akhirnya aku
menyemburkan maniku di mulutnya, dia pun melepas kulumannya. Kulihat
mulutnya penuh dengan mani dan sisanya muncrat membasahi wajahnya,
"Sori Ci, Cici terlalu semangat sih tadi, Cici nggak marah kan?",
kataku. "kurang ajar ya kamu ke guru sendiri berani berbuat gini..".
Aku mengambil tisu untuk membersihkan wajah Ci Fiona, ketika aku hendak
mengelap penisku, Ci Fiona mencegah, "Siung, jangan.., sini biar Cici
bersihin aja.., uhh!", katanya teputus-putus karena sedang digenjot
Hans. Dia meraih penisku dan menjilati sisa-sisa maniku sebelum dia
menelannya tadi, semua maniku berada di dalam mulutnya.
"Gimana Ci? rasanya enak gitu?", kataku.
Dia hanya mengangguk sambil terus menjilat sampai bersih.
Setelah bersih aku bertanya padanya, "Ci gua haus nih, ambil minum di mana nih?".
"Ambil saja di kulkas di tingkat 2 sana.., ahhh.., ahh..", katanya lagi dengan nada terputus-putus.
Aku
keluar dan membuka kulkas, setelah minum kulihat di frezeer juga ada
sekotak es krim, terpikir olehku untuk makan es itu di atas tubuh Ci
Fiona pasti lebih nikmat. Maka kubawa es itu ke kamar. Sebelum sampai
kamar pun suara desahan Ci Fiona masih terdengar, untung kamarnya agak
di dalam dan ada suara hujan deras di luar, jadi suaranya tidak
terdengar sampai ke tetangga.
Ketika aku sampai kulihat tubuh Ci
Fiona menggelinjang hebat, sampai terlihat tulang-tulang rusuknya,
kelihatannya dia sudah mencapai klimaks, dia merangkul erat Hans sambil
medesah panjang. Hans mencabut penisnya dan memuntahkan isinya ke mulut
Ci Fiona. Ci Fiona menelan semuanya sambil menjilati penis Hans. Aku
dekati mereka dan berkata, "Capek ya Ci, nih minum dulu deh!",
kusodorkan segelas air padanya.
"Ci sambil istirahat bagi dong es krimnya boleh tidak?", tanyaku sambil menunjukkan es itu.
"Kamu ini bener-bener tidak sopan ya, tidak bilang-bilang main ambil aja.., ya udah makan sana", katanya.
"Tapi
tidak ada gelasnya nih Ci.., gimana kalo kita makanya di atas badan
cici aja ya?", tanapa menunggu jawaban darinya, aku sudah mulai
mengoles es krim itu ke tubuhnya mulai dari leher, dada, kemaluan, dan
paha indahnya. "Eh tunggu dulu, kalian ini apa-apaan nih, dingin ah
jangan!". Sebelum dia berbuat lebih kami langsung menjilati tubuhnya,
Hans menjilati leher dan dadanya, aku bagian vagina dan pahanya. Hans
berkata, "Wah Ci enak banget esnya, apalagi yang bagian dada, es kayak
gini pasti cuma ada 1 di dunia". Ci Fiona cuma bisa mendesah karena
geli bercampur nikmat. Kujilati kemaluannya, agak aneh memang rasa es
krim bercampur cairan cinta, tapi enak juga kok.
Setelah es di
tubuhnya habis, aku berbaring dan memintanya duduk di atas penisku
sambil menggenjotnya. Ci Fiona mulai memasukkan penisku ke vaginanya,
kelihatannya agak sempit walaupun tidak perawan lagi. Dia mulai
bergoyang-goyang di atas tubuhku dan Hans memasukkan penisnya ke mulut
Ci Fiona. Ku remas buah dadanya yang hot itu, sampai akhirnya
kutembakkan maniku di vaginanya. Kami akhirnya bermain sampai puas,
hari sudah gelap waktu itu.
Kami sempat tertidur kira-kira 1
jam, ketika bangun kulihat Ci Fiona sudah memakai piyama bersandar di
pinggir ranjang sambil merokok, baru kali ini kulihat dia merokok,
katanya sih dia memang jarang sekali, hanya kalau lagi strees saja
biasanya. Kulihat dimeja belajarnya ada fotonya sedang dirangkul
seorang pria yang cukup ganteng, pas untuknya. Kutanya siapa orang itu,
ternyata dialah pacar Ci Fiona yang sekarang sedang mengambil gelar
master di Amerika, dia sudah 1,5 tahun tidak pulang hanya ada kabarnya
lewat e-mail dan telepon. Karena itulah Ci Fiona sudah lama tidak
menikmati lagi hubungan seks. Sekaranglah Ci Fiona mendapat penyaluran
kebutuhan itu, meskipun sebelumnya dia malu-malu.
Dia berkata,
"Sudah bangun? gimana.., sudah puas? Kalian ini benar-benar deh, belum
pernah ada murid les saya yang seberani kalian, tapi please yah, jaga
rahasia ini, biar ini cuma kita yang tau aja, ok!"
"Beres Ci", kata
Hans, "Asal cici seneng kita juga seneng kan, tapi Vernand boleh tau
tidak, dia kan temen kita juga Ci", kata Hans.
"Hmmm.., iya deh tapi dia orang terakhir yang tau rahasia ini loh".
"OK Ci beres!", jawab kami bersamaan.
"O iya, Cici udah masak makan malam, lu duaan makan aja di sini".
Kami
pun makan bersama, masakannya enak, hoki banget pacarnya kalau sudah
nikah nanti. Sesudah makan kami pulang diantar Ci Fiona sampai pintu
pagar. Baru kutahu ternyata dibalik wajah alim dan terpelajar Ci Fiona
tersembunyi banyak hal di luar dugaan.
Sejak itu sampai pacar Ci
Fiona pulang bila ada kesempatan kami sering melakukan hal itu lagi,
kadang berempat (ditambah Vernand), kadang 1 lawan 1 saja, kadang
triple, macam-macam lah. Untuk mencari tempat sepi biasa bila di rumah
salah satu dari kami sedang kosong, kami meneleponnya untuk datang ke
sana saja. Sekarang aku sudah kuliah semester 4, Ci Fiona pun sudah
menikah dengan pacarnya, kami bertiga diundang ke pestanya, di sana dia
tersenyum manis pada kami bertiga mungkin tanda terima kasih karena
kamilah yang memenuhi kebutuhan biologisnya waktu pacarnya tidak ada
dulu. Selamat ya Ci, semoga bahagia selalu, kamilah yang tidak bahagia
karena tidak bisa bermain dengannya lagi.
TAMAT